9 Elements of Digital Citizenship

Panduan 9 elemen Digital Citizenship ini pas banget sebagai pengantar sebelum dan sembari berinternet. Baik untuk digital native maupun digital immigrant.

Selisih usia saya dengan Anak Dua di rumah hampir 30 tahun. Banyak sekali yang berbeda.

Dulu, di usia mereka yang sekarang, hiburan saya hanya televisi; kami tidak bisa memilih konten yang kami tonton. Jadwalnya pun sudah ditetapkan. Kami hanya bisa manut.

Mereka sekarang ada YouTube; kontennya bisa dipilih dan menontonnya bisa kapan saja.

Sekarang saya bisa WFH dengan modal internet+komputer+ bahasa gado-gado Indonesia – English dengan rekan-rekan di Asia Tenggara.

Entah bagaimana 30 tahun lagi. Mungkin sudah Bahasa Cina/Mandarin dengan jam kerja yang tidak lagi 9-5. Tapi 24/7.

Yang jelas, dunia sekarang sudah sangat terkoneksi dan sangat ditentukan oleh teknologi digital.

Omong-omong soal mempersiapkan anak-anak menjadi warganegara digital, ada 9 elemen yang wajib kita tekuni bersama dengan mereka.

By definition, arti kewarganegaraan digital (Digital Citizenship) adalah kebisaan untuk menggunakan teknologi digital dengan cara-cara yang tepat. Salah satu ke-tepat-an tersebut, misalnya adalah dengan bijak.

As we know, semakin berkembang teknologi digital, maka semakin meluas pula potensi buruknya yang meliputi perundungan (bullying) maupun penyalahgunaan (abusing). Jadi, ya harus bijak saja.

Nah, ada elemen apa saja dalam Digital Citizenship? Mari bahas satu demi satu.

Digital Citizenship
https://francisjimtuscano.com/2017/10/19/why-digital-citizenship-matters/

Digital Access

Menemukan informasi yang aman dan bermanfaat.

Di internet ada pornografi dengan berbagai bentuknya di berbagai media. Pornografi adalah salah satu konten yang tidak aman dan tidak ada manfaatnya.

Baca Juga: Berbagi Akses Digital untuk Semua.

Digital Etiquette

Memperlakukan pengguna Internet lainnya dengan hormat dan menghindari perilaku yang tidak pantas.

Paling sering saya temui dari generasi Z, misalnya penggunaan emoticon atau kata-kata semacam “haha”, “hehe”, untuk memperhalus pernyataan. Supaya gak terkesan galak, gitu.

Hal buruk paling sering terjadi ya bullying atas seseorang di social media.

Paling dekat yang saya tahu adalah yang terjadi ke salah satu member JKT48. Dia jelas salah atas unggahannya, tetapi semestinya ada penanganan (treatment) yang lebih tepat daripada cyberbullying.

Digital Commerce

Perdagangan digital mengacu pada pembelian dan penjualan secara bertanggung jawab.

Sebagai penjual, tidak boleh menipu. Berikan deskripsi dan gambar yang memang nyata adanya.

Sebagai pembeli, tidak boleh sembarang membayar atau mentransfer sebelum memastikan keamanan pembayaran tersebut. Jangan sampai kita sudah keluar uang namun tidak mendapat barang.

Baca juga: Ajari Anak Berdagang Sejak Kecil

Digital Rights and Responsibilities

Hak istimewa (privileges) yang dimiliki semua orang saat menggunakan internet, contohnya adalah kebebasan berbicara.

Untuk memastikan bahwa hak-hak ini tetap tersedia untuk semua orang adalah dengan memperlakukan pengguna digital lain secara adil dan menghormati privasi mereka.

Digital Rights:

  • Right to freedom of expression
  • Right to privacy
  • Right to credit for personal works
  • Right to digital access
  • Right to our identity 

Digital Responsibilities:

  • Responsibility to report bullying, harassing, sexting, or identity theft
  • Responsibility to cite works used for resources and researching
  • Responsibility to download music, videos, and other material legally
  • Responsibility to model and teach student expectations of technology use
  • Responsibility to keep data/information safe from hackers
  • Responsibility not to falsify our identity in any way

Sebenarnya, Rights and Responsibilities ini masih beririsan ya dengan pencegahan bullying.

Digital Literacy

Kemampuan untuk mempelajari cara menggunakan teknologi dan mengakses informasi secara online.

Contoh literasi digital di antaranya termasuk mengetahui bagaimana menggunakan tetikus (mouse) atau bagaimana menemukan jawaban di mesin pencari. Tidak mudah lho merumuskan keyword yang tepat di mesin pencari. Itu contoh yang bisa diberikan oleh orang tua di rumah kepada anak.

Bagaimana dengan di sekolah? Tidak semua siswa memulai sekolah dengan kemampuan teknologi yang sama, tidak semua memiliki komputer, serta tidak semuanya memiliki kuota yang tak terbatas. Mengajar keterampilan berinternet di kelas dapat membantu menjembatani kesenjangan dalam literasi digital.

Ini mengapa pandemi covid-19 menjadi pendorong terjadinya digital literacy di sekolah-sekolah. Meskipun masih tergagap-gagap.

Berkait dengan ini, berita yang mengenaskan di masa pandemi ini misalnya ada orang tua yang sampai mencuri demi mendapatkan smartphone untuk anaknya gunakan belajar secara daring.

Baca Juga: Literasi Digital yang Tidak Kalah Mendesak.

Digital Law

Aturan digital mencakup aturan atau pedoman yang ditetapkan untuk menggunakan Internet. Baik kebijakan yang tertulis maupun tidak tertulis.

Kalau di rumah/keluarga, misalnya aturan tentang screen time.

Di sekolah, kita dapat membuat aturan digital, misalnya untuk mencegah plagiarisme atau cara penggunaan ponsel di kelas.

Di perusahaan, sebagai contoh ada aturan soal implementasi aplikasi Manajemen Identitas dan Akses (Identity & Access Management, IAM).

Digital Law lebih mudah ditegakkan ketika semua orang menyadari Digital Rights and Responsibility diri sendiri dan orang lain.

Digital Communication

Rasanya sudah clear. Sebagian tentu beririsan dengan Digital Etiquette di atas.

Digital Health and Wellness

Melibatkan pengajaran kepada siswa bagaimana melindungi psikologis dan fisik mereka saat menggunakan Internet. Fisik, lagi-lagi screen time untuk melindungi mata. Baik karena paparan cahaya dari perangkat, maupun mencegah mata lelah, mata merah, penglihatan buram, mata kering, hingga iritasi ringan.

Contoh lain, termasuk berlatih cara duduk dengan benar di kursi saat menggunakan komputer dan menghindari terlalu banyak screen time. Jadi, gunakan meja dan kursi yang ergonomis tatkala berinternet.

Di referensi safesitter.org digital citizenship, ada yang disebut Digital Downtime. Supaya kita ga online terus, tetap berinteraksi dan menghabiskan waktu dengan makhluk riil.

Baca Juga: Menjaga Kesehatan Digital.

Digital Security

Wajib tahu cara menghindari virus, penipuan, atau orang asing saat online. Ajarkan keamanan internet kepada anak-anak. Yang di antaranya meliputi kerahasiaan identitas (jangan gunakan password yang mudah ditebak), hingga bagaimana berinteraksi dengan orang asing maupun penindas daring. Phising: jangan sembarang menyebarkan pranala (link) di whatsapp, email, maupun SMS.


Dengan mengajarkan dan membiasakan praktik berinternet yang sehat, itu berarti kita juga menciptakan ruang yang lebih baik bagi setiap pengguna internet untuk berinteraksi satu sama lain.

Baca juga artikel saya yang lain terkait FATHERING ya.

Referensi:

Baca Juga:
– Digital Divide yang Harus Terus Direduksi
Digital Downtime: Menurunkan Waktu Uptime untuk Menaikkan Kesehatan Fisik dan Mental

6 Comments

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

  1. Hey very nice website!! Man .. Beautiful .. Amazing .. I’ll bookmark your website and take the feeds also厈I am happy to find so many useful information here in the post, we need work out more techniques in this regard, thanks for sharing. . . . . .

  2. It is the best time to make a few plans for the longer term and it’s time to be happy. I’ve read this put up and if I may just I wish to recommend you few fascinating issues or tips. Maybe you could write subsequent articles regarding this article. I wish to read more things about it!

Verified by MonsterInsights