Melengkapi bacaan ini, bisa refer juga ke tulisan saya yang lain:
Generasi Milennial saat ini banyak yang sudah berusia lebih dari 30 tahun. Banyak di antaranya yang sudah menikah dan dikaruniai putra-putri. Secara umum, tentu saja mereka sudah lebih matang (bijaksana) dalam menjalani hidup. Punya lebih banyak dimensi dalam kehidupannya ketimbang Generasi Z: dimensi karir dan pekerjaan, keluarga dan rumah tangga, hobi dan hiburan, serta lain sebagainya.
Sedangkan Generasi Z paling tua, baru saja memasuki dunia kerja. Ada juga yang masih SMP-SMA. Tergantung dari mana anda mengambil referensi. Tentu saja, kebanyakan di antara mereka belum menikah. Jadi, kebanyakan masih memikirkan diri masing-masing saja. Sekalipun sudah memiliki calon pasangan resmi.
Generasi Milennial seperti saya masih mengenal kaset pita, walkman, dan mendengarkan musik via radio tape. Jadi kami adalah pendatang di dunia digital (digital immigrant). Berbeda dengan generasi yang lebih muda dari kami, mereka sejak SD bahkan sudah bersentuhan dengan dunia digital. Tidak heran mereka seakan-akan adalah penduduk asli digital (digital native).
Karena kami adalah pendatang, sementara mereka adalah penghuni asli, tentu saja mereka lebih lama menghabiskan waktu harian di dunia digital. Kami mungkin hanya 7,5 jam per hari. Mereka bisa sampai dengan 10 jam per hari.
Generasi Milennial bersikap optimis terhadap masa depan. Tidak heran banyak yang memilih berwirausaha atau berjuang di startup, ‘kan? Secara umum, karena kami (karena saya termasuk di dalamnya) dibesarkan dengan “hanya” krisis tahun 1998. Sisanya, ekonomi bertumbuh stabil.
Daftar Isi
Gen Z
Beda dengan Generasi Z yang lahir di sekitar krisis yang sama, dan 10 tahun kemudian mengalami lagi krisis tahun 2008. Beberapa di antara mereka bahkan lulus dari perguruan tinggi tanpa mengalami yang disebut wisuda. Corona hurts everything, including graduation. Mereka kemudian cenderung pragmatis dalam menyikapi kehidupan. Yang realistis-realistis sajalah.
Karena hidup sudah sulit untuk diapa-apakan, alias tinggal dijalani dengan prinsip “let it flow”, maka Gen Z lebih memilih konten hiburan di dunia digitalnya. Aplikasi yang membantu adalah Instagram, Youtube dan TikTok. Beda dengan Milennial yang optimis dan mau berusaha lebih (go extra mile) demi masa depan, maka aplikasi yang rutin digunakan adalah Facebook, Linkedin, dan Twitter. Kami Milennial siap “bertempur” dengan gagah berani di TwitWar.
Pada dasarnya, kedua generasi memiliki banyak kesamaan. Anda bisa saja melakukan satu stategi pemasaran yang ditujukan untuk kedua generasi. Akan tetapi, kalau Anda bersedia meluangkan lebih banyak waktu, pemasaran yang lebih spesifik untuk masing-masing generasi akan menghasilkan output yang lebih optimal.
Khusus untuk Gen Z, berikut adalah beberapa karakteristik mereka:
Phygital (Figital)
Physical and Digital. Fisik dan Digital (Figital). Artinya, melakukan pendekatan terhadap generasi ini wajib secara fisik maupun digital. Karena bagi mereka yang lahir ketika internet sudah ada, digital adalah bagian dari realitas fisik. Awareness kekinian dibangkitkan via website, app, dan social media. Sedangkan pertemuan fisik memperdalam engagement. Kombinasi keduanya pasti powerful.
Hyper-Customisation
Melakukan penyesuaian (to customise) identitas dalam setiap bentuk komunikasi. Karena Z adalah generasi yang memiliki banyak identitas. Dan cenderung untuk mengekspresikan beragam identitas tersebut.
Menurut buku Generation Z, oleh David and Jonah Stillman, Gen Z adalah generasi terbaru yang bisa diajak diskusi dan bekerja sama guna merumuskan nama jabatan dan uraian pekerjaan (job description). Okay, tentu dari company ada arahan stratejik dulu tentang analisis kebutuhan SDM. Nah, bersama Gen Z yang melamar pekerjaan dan mengisi posisi tersebut, keduanya bisa didiskusikan dan dikembangkan lebih lanjut.
Kedua pihak, perusahaan dan individu yang bersangkutan akan menerima manfaat masing-masing. Bagi perusahaan, kepemilikan (ownership) atas pekerjaan dan perusahaan akan muncul dari sang pekerja. Ini membantu meningkatkan retention rate. Di samping itu, ini merupakan bottom-up approach dalam mengembangkan organisasi perusahaan (ilmunya adalah organization development). Dari sisi karyawan, hal ini merupakan bagian dari pengembangan karir mereka sendiri.
Realistic
Pragmatis dalam mengeksekusi idealismenya; realistis terhadap kelemahan (weakness) maupun ancaman (threat) yang ada. Ingat, tahun 1998, 2008, dan 2020 adalah tahun-tahun yang berat. Bersikap realistis adalah cara yang paling waras dalam menjalani hidup.
Fear of Missing Out (FOMO)
Hidup cuma sekali. Banyak kesempatan hadir di hadapan. Kalau tidak FOMO, semua yang menggiurkan tersebut bisa terlewatkan. Contoh lain: memiliki usaha atau pekerjaan sampingan di luar pekerjaan kantor. Double, or even triple role, are okay.
Self-Encouraged
Hidup semakin berat; generasi ini mengambil sikap menjadi lebih kompetitif. Oleh sebab itu, mereka terbuka terhadap perubahan. More competitive and open to change. Supaya bisa keduanya, harus bisa meng-encourage diri sendiri.
Do-It-Yourself
Jejak tradisional (traditional path) yang ditinggalkan oleh generasi yang lebih lawas tidak wajib diikuti. Toh, panduan atau tutorial sudah banyak tersedia. Salah satunya dari YouTube. Lakukan semuanya sendiri atau bersama sahabat terdekat.
We-Economist
To contribute to society/environment. Jika institusi/brand kamu turut berkontribusi untuk sosial-kemasyarakatan atau lingkungan hidup, maka mereka lebih berminat untuk membangun relasi dengan kalian. Di samping itu, generasi ini lebih suka berbagi dalam berbelanja dan menggunakan. Alias ekonomi berbagi (sharing economy).
Demikian beberapa ciri khas Gen Z. Awalan ini bisa jadi panduan dalam memahami mereka lalu menyusun strategi. Sangat-sangat berminat untuk mengetahui pendapat kamu. Mohon dibagikan di kolom komentar, ya.
Referensi:
- https://blog.rumahweb.com/mengenal-generasi-milenial-dan-generasi-z/
- Stillman, David and Jonah. 2017. Generation Z,How the Next Generation is Transforming the Workplace. DAS Creative LLC.
https://ekspedisidisurabaya.com/ekspedisi-surabaya-tujuan-wamena/
https://ekspedisidisurabaya.com/ekspedisi-surabaya-wasior-tarif-terjangkau/
https://jasaekspedisisurabayalombok315894681.wordpress.com/2022/02/10/mengenal-3-macam-pengiriman-ekspedisi-dan-logistik/
https://jasaekspedisisurabayalombok315894681.wordpress.com/2022/02/11/pingin-pindah-rumah-beda-pulau-pakai-aura-abadi-logistik-aja/
https://distributorbesibetonsurabaya22.wordpress.com/2022/02/13/distributor-besi-wf-surabaya-berkualitas/
https://distributorbesibetonsurabaya22.wordpress.com/2022/02/14/jual-keramik-surabaya-ntt/
[…] sudah dibahas dalam Marketing to Gen Z, bahwa segmen ini mengalami setidaknya 3 krisis dalam hidupnya, yaitu krisis ekonomi 1998, krisis […]
[…] sering saya temui dari generasi Z, misalnya penggunaan emoticon atau kata-kata semacam “haha”, “hehe”, untuk […]
Aku Gen Z, wanita berusia 22 tahun yang sedang membangun bisnis kecil kecilan semoga kedepan semakin berkembang.
Makasih min akhirnya aku bisa tahu ternyata tahun 1997 termasuk gen Z.
Saya masuk generasi Y 😅, adik2 saya ada di generasi Z yang pola pikirnya separuh berbeda, pengaruh teknologi digital itu luar biasa dampaknya bagi mental mereka, terutama dalam hal kemandirian dan bagaimana berinteraksi dengan orang lain. 😁
Nah, kan. terbukti Digital Native asli berbeda sama kita. Hihihi. Tinggal kita menyesuaikan diri bagaimana berinteraksi dengan mereka.