Digital Law: Hukum-Hukum Terkait Digital yang Wajib Kita Ketahui

Hukum-hukum terkait digital dan internet yang perlu kita ketahui. Salah satu yang sedang intens adalah perihal revenge porn.
Post ini adalah nomor 2 dari 15 dalam serial Digital Citizenship

Internet telah menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita menggunakannya untuk berkomunikasi, mencari informasi, berbelanja, hiburan, dan masih banyak lagi.

Namun, seperti halnya dalam kehidupan nyata, penggunaan internet juga memerlukan aturan dan pedoman agar dapat berjalan dengan baik dan bertanggung jawab. Inilah yang disebut dengan Digital Law atau hukum digital.

Baca Juga: 9 Elements of Digital Citizenship.

Aturan digital mencakup berbagai hal, dari kebijakan yang tertulis hingga tidak tertulis. Sebagai contoh, di rumah atau keluarga, kita dapat membuat aturan tentang waktu penggunaan gadget atau screen time.

Di sekolah, aturan digital dapat dibuat untuk mencegah tindakan plagiarisme atau tentang cara penggunaan ponsel di kelas.

Di perusahaan, aturan digital dapat berkaitan dengan implementasi Identity & Access Management (IAM) atau penggunaan perangkat lunak tertentu untuk menjaga keamanan data.

Namun, aturan digital tidak hanya penting untuk diterapkan oleh orang lain. Setiap individu juga harus menyadari Digital Rights and Responsibility dirinya sendiri, yaitu hak-hak istimewa (priviledges) yang dimiliki oleh setiap orang saat menggunakan internet, seperti kebebasan berbicara, harus dipertahankan dan dihormati oleh pengguna internet lainnya.

Selain itu, setiap individu juga memiliki tanggung jawab untuk memperlakukan pengguna digital lainnya secara adil dan menghormati privasi mereka.

Salah satu hal penting yang tercakup dalam Digital Law adalah tentang tindakan ilegal yang dilakukan di internet. Kita harus menyadari bahwa tindakan seperti pencurian identitas, penyebaran informasi palsu (hoax), penipuan, atau pelanggaran hak cipta di internet memiliki konsekuensi hukum yang sama dengan tindakan serupa di dunia nyata.

Maka, sebagai pengguna internet yang bertanggung jawab, kita harus memiliki pengetahuan tentang Digital Law dan berusaha untuk mematuhinya.

Jika tidak memahami dan mematuhi digital law, bisa dituntut dan melalui proses pengadilan.

Mau tidak mau, suka tidak suka, hal ini tidak dapat dihindari.

Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) adalah contoh nyata dari hukum digital yang penting dalam mengatur dan mengawasi aktivitas transaksi elektronik di era digital saat ini.

Undang-undang ini dibuat untuk memberikan kerangka hukum bagi penggunaan teknologi informasi dalam melakukan transaksi dan kegiatan bisnis yang dijalankan secara elektronik.

Salah satu tujuan dari undang-undang ini adalah untuk memberikan perlindungan hukum bagi konsumen dan pelaku bisnis dalam melakukan transaksi secara online.

Undang-undang ini menetapkan bahwa transaksi elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan transaksi bisnis konvensional dan memberikan jaminan keamanan dan kepercayaan bagi para pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.

Selain itu, undang-undang ini juga mengatur masalah keamanan data dan privasi di era digital. Ini termasuk ketentuan tentang pengumpulan, penggunaan, dan penyimpanan data pribadi dan informasi rahasia lainnya yang dikirim melalui jaringan elektronik.

Undang-undang informasi dan transaksi elektronik juga mengatur masalah elektronik lainnya seperti elektronik tanda tangan digital, elektronik dokumen, dan sertifikasi elektronik.

Dalam rangka menjaga keselamatan dan keamanan dunia digital, undang-undang ini juga menetapkan tindakan pidana bagi mereka yang melakukan penyalahgunaan teknologi informasi dan melakukan tindakan ilegal di dunia maya. Ini mencakup ruang-ruang seperti kejahatan siber, peretasan, dan pencurian identitas.

Pasal Penipuan Online

Pasal penipuan online, pasal tentang penipuan jual beli online maupun pasal penipuan pinjaman online memang tidak diatur secara eksplisit dalam KUHP lama dan RKUHP maupun UU ITE beserta perubahannya.

Pelaku penipuan online dapat dijerat menggunakan Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016. Baca lebih lengkap di Hukum Online.

Revenge Porn dan Pasal Hukum Terkait

Revenge porn merupakan tindakan menyebarkan video atau foto seksual seseorang tanpa seizin pemiliknya. Biasanya, revenge porn dilakukan oleh mantan pasangan atau orang yang memiliki dendam pribadi terhadap korban.

Revenge porn merupakan tindakan serius dan tidak etis. Korban dapat mengalami kerugian psikis yang signifikan.

Menurut Cyber Civil Rights Initiative, mayoritas korban revenge porn adalah perempuan. Seringkali korban dipaksa menjadi objek foto maupun video.

Ditemukan pula kasus dimana korban tidak mengetahui bahwa dirinya direkam dengan kamera tersembunyi. 

Dilihat dari unsur-unsur perbuatannya, revenge porn jelas merupakan suatu tindak pidana sehingga perbuatan ini termasuk dalam kategori delik kesusilaan yang mana pengaturannya dapat dilihat pada KUHP, yakni Pasal 281, Pasal 282, serta Pasal 533. 

Tindakan revenge porn juga dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 29 UU Pornografi, serta Pasal 27 ayat (1) dan 45 ayat (1) UU ITE yang mengatur mengenai tindak pidana pornografi di internet atau media sosial.

Dapat kita simpulkan bahwa sejauh ini, UU ITE merupakan contoh yang bagus dari digital law hukum digital yang mengatur dan mengawasi berbagai aktivitas di dunia maya. Mulai dari transaksi elektronik, perlindungan data pribadi, dan lain sebagainya.

Baca Juga: UU Perlindungan Data Pribadi Sudah Disahkan, Selanjutnya Bagaimana?

Perlindungan Data Pribadi

(Saya tulis ulang berdasar informasi dari hukumonline).

Saat ini belum ada UU yang secara khusus mengatur perlindungan data pribadi. Perlindungan tersebut ada, tetapi secara parsial oleh berbagai UU yang ada. Seperti UU ITE, UU Telekomunikasi, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Perdagangan.

RUU PDP banyak mengacu pada GDPR (General Data Protection Regulation) milik Uni Eropa. Pengawasan terhadap pelaksanaan GDPR di tingkat Uni Eropa dilakukan oleh The European Data Protection Board. Di Indonesia, lembaga sejenis belum ada. Pengawasan pelaksanaan masih dilakukan secara parsial di sektor masing-masing.

GDPR mengatur denda mulai dari 4% dari pendapatan total secara global di seluruh dunia hingga 20 juta Euro jika terbukti melanggar standar GDPR. Termasuk pula ada hak kompensasi bagi pihak yang dirugikan.

GDPR juga memberi batasan yang sangat baik perihal “data pribadi”, yakni segala data yang membuat seseorang dapat teridentifikasi, misalnya nomor ponsel, alamat IP, dan data lokasi.

Sementara di Indonesia, definisi data pribadi cenderung diidentikkan dengan data kependudukan, yaitu yang tercantum di Pasal 58 UU Kependudukan.

GDPR membedakan menjadi 2 pihak, yaitu pengendali (controller) dan pengelola (processor). Pengendali mengarahkan maksud dan tujuan pengelolaan data pribadi, sementara pengelola memberikan instruksi kepada entitas yang menerima dan mengoperasikan data pribadi.

Baca Juga: Syarat-Syarat Legal Toko Online.

Saat ini, di Indonesia, berdasar PP PSTE (Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik), istilah yang digunakan adalah Penyelenggara Sistem Elektronik.

Series Navigation<< Digital Citizenship – Kewarga(negara)an DigitalDigital Etiquette: Memperlakukan Pengguna Internet Lainnya dengan Hormat >>

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *