- Digital Citizenship – Kewarga(negara)an Digital
- Digital Law: Hukum-Hukum Terkait Digital yang Wajib Kita Ketahui
- Digital Etiquette: Memperlakukan Pengguna Internet Lainnya dengan Hormat
- Digital Downtime: Menurunkan Waktu Uptime untuk Menaikkan Kesehatan Fisik dan Mental
- Digital Commerce
- Digital Access for All
- Digital Literacy
- Digital Security
- Digital Health
- Netiquette dan Cyberbullying
- Case Study: Literasi Digital di SMP Tunas Unggul Kota Bandung
- How to Becomes a Digital Talent?
- Empat Cara Memberdayakan Social Media secara Bijak
- Menyikapi Informasi Penting Milik Pribadi
- Setelah Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Disahkan
Tidak semua orang memiliki akses yang sama terhadap teknologi digital. Di banyak bagian dunia, masih ada orang-orang yang tidak memiliki akses ke internet atau teknologi digital lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti lokasi, tingkat pendidikan, dan status sosial-ekonomi. Oleh karena itu, digital access merupakan suatu isu krusial yang harus diatasi. Jika tidak, maka jurang kesenjangan digital akan semakin melebar.
Membicarakan Indonesia hingga titik terkecil, yaitu kelurahan, maka masih kita temukan kelurahan yang belum tersambung dengan internet. Pun sudah tersambung, kecepatannya jelas belum menyamai kota-kota besar. Hal ini bisa dimaklumi karena perusahaan-perusahaan penyedia jasa internet (ISP) mempertimbangkan kepadatan penduduk guna menawarkan jaringan internetnya. Justru di sini menjadi kewajiban pemerintah daerah maupun BUMN terkait guna mengadakan jaringan internet di lokasi yang belum ada internet sama sekali.
Sosial-Ekonomi. Ada biaya yang harus dibayar ketika mengakses internet. Misal di coffee shop, maka setidaknya beli kopi dulu. Internet gratis di sekolah/kampus, atau institusi lain tidak bisa diakses kecuali sudah terdaftar lebih dahulu di institusi pendidikan tersebut.
Internet di ruang publik, seperti layanan pemerintah daerah, juga dikhususkan hanya kepada pengguna jasanya, bukan? Dilarang kerasa berada di sana dan menggunakan jejaring internetnya sementara kita tidak sedang menggunakan layanan pemda tersebut.
Tantangan terbesar dalam hal digital access adalah kesenjangan digital atau digital divide. Kesenjangan digital terjadi ketika orang-orang tidak memiliki akses yang sama terhadap teknologi digital, dan akibatnya mereka tidak dapat memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Ini dapat berdampak pada kesempatan pendidikan, kesempatan kerja, dan bahkan kesehatan. Kesempatan ini akan menjadi semakin penting di masa depan, karena teknologi digital semakin memainkan peran kunci dalam kehidupan manusia.
Sebagai contoh, layanan pendidikan berbasis digital, misalnya konten pembelajaran yang tidak lagi fisik, melainkan digital dan diakses lewat device seperti laptop, tablet maupun smartphone. Asesmen di institusi pendidikan pun, sejak pandemi, sudah dilakukan lewat form digital yang dibuka lewat peramban.
Pekerjaan-pekerjaan yang bisa dilakukan dari jauh (remote), atau WFA (work from anywhere) semakin jamak saat ini. Apalagi dampaknya demikian besar bagi hal-hal semisal kemacetan di jalan raya, kepadatan di transportasi publik, maupun akibat psikologis pada mental health-nya masyarakat.
Sekedar sharing, di ikatan alumni kami ada program peminjaman laptop kepada mereka yang masih berstatus mahasiswa di almamater kami. Masalah kesenjangan digital sedikit teratasi bahkan dengan harga yang terjangkau, karena ikatan alumni kan tidak bersikap komersil terhadap calon alumninya.
Untuk memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang sama terhadap teknologi digital, perlu adanya upaya untuk meningkatkan aksesibilitas dan keterampilan digital. Pemerintah dan organisasi non-profit (ikatan alumni, seperti yang saya ceritakan di atas) dapat memainkan peran penting dalam hal ini dengan menyediakan akses internet yang terjangkau, memberikan pelatihan dan pendidikan tentang teknologi digital, dan menciptakan lingkungan yang mendukung penggunaan teknologi digital.
[…] Baca Juga: Berbagi Akses Digital untuk Semua. […]