Tulis Judul atau Konten Duluan?

Dalam membuat tulisan, ada kalanya kita bingung mulai dari judul atau isi. Tulisan kali ini akan membahas bagaimana memaksimalkan kelebihan yang satu, guna menekan kelamahan yang lain.
Post ini adalah nomor 9 dari 29 dalam serial Tips Blogging

Konten duluan.

Konten duluan sampai pada titik di mana, tidak tahu lagi harus menambah apa. Seperti kampanye #mulaiajadulu. Kebanyakan dipikir (baca: diriset) ya tidak akan membawa ke mana-mana. Kata Dee Lestari (tidak sama persis ya), fitrah sebuah ide adalah di alam bebas. Di alam bebas, dia akan menemui beragam dukungan, bantahan, kritik, saran, dan sebagainya. Dengan kata lain, hakikat gagasan bukan sekadar bertahan di alam pikiran semata.

Sutradara kenamaan macam Ernest Prakasa, juga menyarankan hal yang senada. Jadi, beliau memisahkan proses menulis dengan proses perbaikan (revisi). Sepanjang masih punya ide cerita, dan belum memasuki fase perbaikan (salah satu alasannya adalah deadline belum mepet), maka menulis lha terus.

Tugas kita sebagai penulis adalah “mematangkan” gagasan tersebut. Ibarat sungai, di sinilah pentingnya hulu dan hilir sebuah tulisan. Hulu, proses di mana kita mengumpulkan premis-premisnya. Berupa aktifitas riset (mengumpulkan bahan, membaca, menganalisis, membuat hipotesis), mengingat dan menyelami peristiwa-peristiwa yang berlalu dalam hidup kita sendiri (maupun orang lain), sampai dengan mengingat pikiran-pikiran kita di masa lampau tentang apa yang ingin kita tuangkan. Jadi, ada tiga macam klasifikasi untuk hulu.

That’s why kita perlu beberapa medium untuk menulis. Karena menulis adalah praktik melepas gagasan ke alam di luar pikiran, maka saya kira kita tetap perlu membedakan mana alam yang benar-benar jauh dan tidak bisa kita kendalikan, dan mana alam yang masih terjangkau serta menjaga rahasia-rahasia kita dengan baik.

Di medium-medium seperti buku yang dicetak penerbit, artikel media massa, kita tidak bisa mengendalikan keliaran pendapat khalayak umum. Dalam bahasa internet seperti sekarang, yaitu kata netizen. Namun kita masih bisa menjaga rahasia sekaligus mencatat ide dan ilmu di medium personal. Sebut saja jurnal, buku diary, rencana dan evaluasi aktifitas, dan lainnya. ide-ide yang kita tuangkan di format terakhir, adalah aset yang bisa kita tengok kembali dan aplikasikan di suatu ruang dalam tulisan.

Bagi saya, menulis adalah berpikir. Mengapa demikian? Sebab sebelum menuangkan sebuah kalimat, kita akan berpikir 2-3 kalimat ke depan. Bagaimana kita membahasakan sebuah gagasan berukuran mikro, bergantung pada bagaimana kita melihat kalimat tersebut dalam sebuah paragraf. Lebih jauh, peran sebuah paragraf dalam artikel keseluruhan, fungsi sebuah bab atau bagian terhadap isi buku secara umum.

Nah, kelebihan memulai tulisan dengan judul adalah kita sudah memberikan batasan yang relatif tegas terhadap isi tulisan. Namanya relatif, bisa dilanggar. Baik menjadi lebih luas (atau general), atau menyempit (alias fokus pada bahasan tertentu). Yang jelas, judul adalah acuan dalam perjalanan menulis guna menyadari garis finish (batas selesai). Kalau sudah selesai, boleh lha kita menengok sang judul kembali. Sudah tepat kah, sudah merepresentasikan isi kah, sudah memancing pembaca untuk membaca kah, dan lain sebagainya.

Fungsi Editing dan Peran Editor

Hilir, yaitu pentingnya fungsi editing dan peran editor.

Sebelumnya, saya sebutkan bahwa tulis apapun yang muncul di kepala untuk ditulis. Mumpung masih ada dan belum mampet (stuck). Sebab, masa-masa untuk perbaikan, revisi atau sejenisnya akan datang dengan sendirinya. Itulah yang disebut editing. Editing pertama dari diri sendiri. Alokasikan waktu untuk melakukan proses edit. Misalnya, hanya 5% dari total waktu untuk menulis. Di sinilah kita dapat berperan sebagai pembaca, dan menjaga jarak dengan diri kita sebagai penulis. Keluaran yang diharapkan adalah objektifitas dalam memandang karya tulisan tersebut.

Tentu diri ini sebagai pembaca, dapat kita belah menjadi dua. Baik sebagai pembaca yang berharap kualitas tulisan dari sisi bahasa. Maupun pembaca yang merepresentasikan konsumen tulisan secara umum.

Profesi editor, sebagai lapis kedua (namun utama), juga menjalankan kedua peran tersebut di atas. Alias berperan sebagai pemeriksa (checker) yang menjamin mutu (quality assurance) dalam tata bahasa, serta mewakili pembaca yang punya ekspektasi dan harapan tertentu terhadap isi maupun alur (flow) tulisan.

Tidak hanya keduanya, di beberapa penerbit editor pun berperan di hulu. Yakni memberikan pandangan (visi) dan saran kepada para penulis, tentang selera pasar yang sedang tren (dan yang sedang turun pula).

Series Navigation<< Effective ProofreadingHow to Treat Writer’s Block >>

4 Comments

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.