Omnichannel: Fisik dan Digital Channel Membaur Jadi Satu

Apa itu Omnichannel

Omnichannel adalah strategi sales and marketing yang mengintegrasikan semua saluran yang tersedia, baik itu offline maupun online. Tujuannya untuk memberikan pengalaman konsisten dan terpadu kepada pelanggan.

Pendekatan ini bertujuan untuk menghapus batasan antara dunia fisik dan digital. Sehingga pelanggan dapat berpindah-pindah antara saluran dengan lancar tanpa mengalami gangguan atau kesenjangan dalam pengalaman berbelanja.

Misalnya, scrolling dulu di aplikasi untuk mendapat informasi produk maupun mencari tahu apakah ada potongan harga, lalu datang secara fisik ke toko untuk mengambil dan membayar barang.

Jadi, ada tantangan bagi perusahaan untuk melakukan strategi O2O (Online to Offline), yaitu menghadirkan komunikasi secara online yang membuat pelanggan datang ke offline yaitu toko fisik.

O2O (Online to Offline)

Online to offline (O2O) adalah model bisnis yang menarik calon pembeli potensial dari channel online untuk melakukan pembelian di toko fisik. Sederhananya adalah kita membawa orang dari sosial media, website, mobile app, ataupun iklan digital untuk berbelanja di toko fisik yang kita miliki.

Keunikan dari model ini adalah menghadirkan pengalaman belanja lebih lengkap kepada customer, yakni online dan offline. Customer sudah terpapar dengan informasi produk dan diskon di antarmuka online lalu mengeksekusi pembelanjaannya secara offline di toko.

Bahkan customer bisa melanjutkan journey-nya lebih lanjut dengan memberikan review toko tersebut di Google Maps, misalnya.

Bagi perusahaan, kehadiran customer hadir secara offline ke toko fisik memberikan keuntungan lebih lanjut mengingat customer jadi terekspos dengan lebih banyak penawaran. Sempitnya antarmuka digital menyebabkan informasi harus disaring dan diprioritaskan oleh perusahaan untuk bisa tampil secara digital di hadapan layar customer.

Sehingga tantangannya adalah menghadirkan pengalaman fisik di toko (In-Store Experience) yang lebih daripada sekedar mendapat informasi produk –> add to cart (ATC) –> check-out –> melakukan payment –> menunggu barang tiba di rumah –> unboxing.

In-Store Experience

Engagement kepada customer penting untuk dilakukan secara emosional dan perilaku (behaviorally). Komunikasi lewat digital maupun secara fisik di toko sudah seharusnya menarik (appealing) pula secara emosional dan menginduksi berbagai interaksi lanjutan dengan brand tersebut.

Spacial Layout and Flow

Perencanaan tata ruang yang cermat memastikan bahwa pengguna dapat bernavigasi di toko dengan efisien tanpa kesulitan berarti.

Baik itu tata letak rak di modern market atau pengaturan tempat duduk di restoran, mengoptimalkan aliran spasial akan meningkatkan kenyamanan pengguna dan mengurangi titik gesekan (dengan orang, produk, maupun inventory). Gesekan bisa datang ketika customer confused dengan layout karena minimnya signage.

Store layout yang lebih lega (atau cukup lega) akan membuat customer kembali lagi. Hal demikian bisa terjadi karena customer tidak merasa bosan dengan cepat.

Sebaliknya dengan jarak antar shelf yang terasa lebih sempit bisa membuat customer enggan kembali lagi.

Ergonomics and Accessibility

Pertimbangan ergonomi dan aksesibilitas sangat penting untuk mengakomodasi pengguna dari berbagai usia dan kemampuan (misalnya mobilitas). Mendesain furnitur yang ergonomis, jalur yang mudah diakses, dan fasilitas inklusif akan memastikan customer dari berbagai kelompok usia dengan berbagai tingkat mobilitasnya.

Di public services seperti rumah sakit atau kampus, ketersediaan jalur miring (di samping tangga tentu saja) berarti berempati kepada rekan-rekan disabilitas. Rak atau furnitur lain yang reachable untuk ukuran tinggi badan dan panjang lengan orang Indonesiamisalnya juga menjadi contoh dari ergonomics and accessibility.

Sensory Engagement

Indra sensori kan: mata, telinga, hidung, permukaan kulit, lidah. Semuanya punya hubungan kausalitas dengan emosi manusia.

Memanfaatkan rangsangan sensorik seperti pencahayaan, warna, tekstur, suara, dan aroma dapat membangkitkan respons emosional dan meningkatkan pengalaman pengguna secara keseluruhan. Dari menciptakan pencahayaan dalam dan luar ruangan hingga mengatur akustik bangunan.

Aroma, misalnya. Aroma dari parfum roti untuk bakery and cake. Atau aroma kopi yang baru saja disangrai.

Interactive Touchpoint

Memperkenalkan titik kontak yang interaktif seperti tampilan digital dan kios interaktif akan meningkatkan pengguna untuk terlibat lebih aktif.

Touch point tersebut bisa difungsikan untuk menyampaikan informasi, memfasilitasi transaksi, dan memberikan pengalaman yang dipersonalisasi.

Pengalaman pribadi, berbelanja di pasar tradisional di mana pedagang menggunakan timbangan digital yang angkanya bisa dilihat kedua belah pihak, akan meningkatkan keterlibatan customer sekaligus mengangkat trust kepada seller.

Sebagai kesimpulan, jangan berfokus di media digital seperti social media, website, app, dll untuk mendatangkan customer ke ritel (strategi O2O) saja. Namun kembalinya customer ke toko juga berarti kita harus menengok kembali in-store experience. Karena kita sudah memasuki -dan tidak bisa meninggalkan- era omnichannel fisik dan digital.

Referensi:

  • https://academy.apiary.id/blog/model-bisnis-o2o-sebagai-masa-depan-bisnis-e-commerce
  • https://amartha.com/en/blog/work-smart/omnichannel-adalah-pengertian-jenis-dan-cara-kerja/
  • https://www.linkedin.com/pulse/power-physical-user-experience-design-puxd-cansu-dengiz-zv9pe/

One comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.