Daftar Isi
Is she/he a freelance marketer?
Tanyakan saja dia terikat kontrak/pekerjaan dengan pemberi produk/jasa yang harus dia jual. Kalau dia terikat, berarti dia bukan freelance. Biasa disebut juga sebagai pegawai organik.
Keuntungan paling utama di perusahaan dalam mempekerjakan para freelancer marketing adalah punya karyawan sales saat dibutuhkan dan tidak punya saat tidak dibutuhkan.
Maksudnya bagaimana? Maksudnya begini. Ada masa di mana produk sedang melimpah dan (tentu saja) harus dibuat laku sesegera mungkin. Misalnya, perumahan tapak atau rumah susun yang baru saja selesai dibangun. Produknya sudah tersedia, semestinya bisa laku dengan cepat. Untuk mengantisipasi demand atau kedatangan calon buyer yang membludak, maka diberdayakanlah para freelance marketing tadi.
Dalam contoh ini, tiada gaji tetap pun tak apa. Karena calon pembeli sudah banyak yang datang ‘kan? Tinggal di-closing-kan saja, maka pendapatan untuk freelance marketing akan berupa komisi penjualan.
Pilih Niche
Tidak semua produk bisa dijajakan oleh freelance marketing. Bukan karena freelance marketing-nya tidak jago, melainkan tiap produk dan jasa memiliki karakteristik masing-masing. Sehingga kala meng-hire freelance marketing, harus diketahui pula pengalamannya dalam menjajakan barang tersebut.
Apakah barang fast moving?
Bayar di tempat atau transfer?
Cash atau credit? Dst.
Konsekuensinya adalah freelance marketing harus memilih dia akan fokus di industri/produk apa. Freelance marketing di industri properti, harus kompeten menjajakan rumah tapak, apartemen, kontrakan, dsb. Karena sifatnya seringkali kredit, dia harus membantu pula perusahaan dalam melakukan pengecekan terhadap kemampuan mencicil si pembeli. Jangan sampai sudah akad, ternyata yang bersangkutan malah gagal bayar/melunasi properti yang dia beli.
Apalagi nilai pembeliannya besar. Calon pembeli harus terus di-follow up. Sebab banyak hal yang harus dia diskusikan. Dengan pasangan suami/istrinya, dengan orang tua dan mertua, jarak dengan lokasi pekerjaan atau sekolah anak-anak, dst. Untuk buyer yang belum nyata yes/no pembeliannya, hukumnya wajib ditindaklanjuti. Minimal ditanyakan, kapan ada waktu untuk melihat purwarupa/contoh dari produk properti yang ditawarkan.
Freelance / Agency?
Freelance itu bagus untuk mengawali karir. Terutama pasca lulus atau resign dari tempat kerja lama. Tapi apa mau selamanya freelance? Mestinya tidak.
Kita semua pasti mau tumbuh dong. Tumbuh omzetnya, pekerjanya juga bertumbuh alias bertambah, dan tumbuh pada hal-hal lainnya juga. Tidak mungkin rasanya semua stuck dengan status freelance. Selain capek dan bosan mengerjakan end-to-end seluruh pekerjaan (dari cari klien, sampai dengan mengeksekusi pekerjaan tersebut sendirian), kita tentunya ingin fokus pada aspek tertentu pada pekerjaan kita sehingga kita bisa fokus pada dimensi-dimensi lain dalam kehidupan kita (baca: rumah tangga, parenting, kegiatan sosial, dan sebagainya).
Mungkin awalnya jadi outsource untuk mengerjakan online marketing. Mulai dari membuat desain diskon promosi, membuat copywriting iklan, sampai dengan menanggapi engagement (comment, message, etc). Tetapi lama-lama bisa menerima dan mengerjakan lebih banyak proyek dari banyak klien. Dari awalnya bekerja sendirian, kini sudah bisa bercerita ke calon-calon klien yang lain bahwa sudah mempunyai tim dan memiliki agensi sendiri.
(digital/online agency ini, sekedar contoh saja ya).
Value = Benefit/Cost
Kalau sudah mulai grow, tentu harus bisa mengkomunikasikan secara jelas value yang didapat oleh buyer kita. Value = Benefit/Cost. Artinya adalah benefit (manfaat) apa yang dia dapatkan atas kebutuhan/keinginan dia. Dibandingkan dengan cost (biaya) yang harus dia keluarkan untuk mendapat benefit tersebut. Tidak hanya berupa uang ya, melainkan juga waktu, tenaga, dan sebagainya yang harus dia korbankan.
Inilah yang namanya standard produk/layanan. Sebagai contoh. Bayar sekian, dapatnya ini, ini, dan ini. Mungkin bayar ke kita lebih tinggi dibanding yang dia bayar ke toko/lapak/kompetitor sebelah, tetapi dengan manfaat yang lebih besar tentunya. Contohnya seperti itu. Selanjutnya silakan dikembalikan kepada anda, ingin memposisikan produk/layanan anda seperti apa.
Ada yang namanya SLA (Service Level Agreement). Service adalah layanan-layanan yang melengkapi produk yang dihantarkan kepada klien. Jadi klien tidak hanya mendapat benefit produk saja, melainkan juga layanan yang meliputi dan melingkupi produk tersebut. Namanya saja agreement, jadi semacam standardisasi yang harus diberikan karena sudah disepakati dengan si pembeli.
Bagaimana jika sudah berjanji macam-macam, terus minta harga jual yang tinggi, ternyata gagal menghantarkan benefit-nya? Ini namanya over promise under deliver.
Bahas yang lain lagi, yuk.
Freelance Social Media Manager
Pengelolaan sosial media tidak hanya taktik semata. Tetapi juga stratejik. Artinya, kalau mau jadi freelance sosial media manager yang sukses, harus bisa menguasai keduanya.
Taktik, artinya dengan skill yang kamu miliki, kamu sukses mengeksekusi pekerjaan terkait social media. Kita buat list-nya dulu:
Pekerjaan:
- Mengelola keberadaan brand produk atau institusi di social media
- Mengukur dan menganalisis perubahan persepsi produk/institusi ini menggunakan alat-alat pengukuran yang tersedia
- Berinteraksi dengan pelanggan sesuai dengan standard institusi/brand
- Membuat materi promosi dan iklan yang mewujudkan target jangka pendek dari institusi/brand
- Mengukur perubahan persepsi publik mengenai brand produk/institusi
- Mendistribusikan materi promosi dan iklan ke berbagai saluran social media
Skill:
- Menulis: manajer social media harus tahu dan bisa membuat materi iklan yang efektif. Lebih baik bila menguasai Search Engine Optimization (SEO)
- Riset: update dengan tren di internet dan social media
- Problem solving: mempu menjadi representasi brand/institusi yang mampu menangani permasalahan, mengkomunikasikan secara baik kepada stakeholder internal dan external, terutama kepada audiens social media
- Organizational: berkomunikasi efektif dengan pelanggan dan pihak yang bertanggung jawab terhadap brand (biasanya product manager/brand manager) atau institusi (divisi hubungan masyarakat)
Karena terkait dengan saluran yang tidak mengenal waktu, yaitu 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, tentu saja freelance social media manager harus selalu bisa diakses dari manapun dan kapanpun. Sehingga bisa sekedar menghimpun informasi terkait masalah yang terjadi, maupun menanggapi masalah tersebut dengan cepat.
Meski social media bukan tempat di mana transaksi biasa terjadi, namun social media harus mampu mengarahkan audiens atau pelanggan agar bertransaksi. Di sinilah kepiawaian manajer social media dituntut, bahwa tugasnya tidak melulu menghabiskan dana untuk membangun brand. Melainkan juga menjadikan aktivitas social media tersebut turut berimpak pada pendapatan institusi/brand.
Dan sebagai bagian dari fungsi pemasaran, hendaknya manajer social media juga mampu mewujudkan fungsi-fungsi Segmenting and Targeting secara tepat. Jadi bukan menghambur-hamburkan anggaran secara percuma, melainkan perlahan-lahan mampu mengefektifkan penggunaan budget. Melalui pemahaman yang semakin mendalam terhadap segmen-segmen yang ada di pasar berikut tren dan dinamikanya (segmenting) serta penetapan target yang semakin tajam seperti laser (targeting).
Baca Juga: Empat Cara Memberdayakan Social Media Secara Bijak.
(22/07/2018) Semakin ke sini, saya semakin meyakini bahwa pengelolaan social media sebaiknya dilakukan oleh tim di internal alias karyawan tetap atau pegawai organik. Mengapa demikian? Karena dinamika di dalam internal organisasi (konteks: employer branding) atau dinamika di brand management merupakan bahan baku paling berharga dalam menstrategikan konten-konten yang salah satu saluran komunikasinya adalah social media.
Related Post: