Hilangnya Sepak bola selama pandemi

Why I love football so much and lost them even more during this pandemic.

Di masa pandemi begini, weekend kita diisi tanpa hiburan. Biasanya hiburan saya seputar sepak bola. Baca preview/prediksi, nonton live, mengulangi highlight, baca review, dst. Ampun-ampun deh kalau sudah jadi fans bola, tuh. Begini ya, Jumat baca prediksi, Sabtu-Minggu nonton, Senin baca review + ulang highlight, Selasa baca prediksi liga internasional, Rabu + Kamis nonton liga tengah pekan, Kamis + Jumat menikmati review liga tengah pekan. Eh tiba-tiba sudah jumat lagi. Siklus berulang demikian rupa sampai dengan pandemi covid-19 datang.

Dan banyak di antara kita merasa kehilangan.

But, why I love football so much?

sepak bola

Pas kapan waktu, gak sengaja main ke mantan blog lama, ketemu beberapa tulisan soal sepak bola. Sedikitnya ada 6 tulisan. Jangan malu-malu untuk klik dan baca ya, hehe. Bukan terlalu sedikit untuk dibilang have no interest. I must admit that I have loved football for almost 20 years.

Awalnya, suka pada umumnya fans bola, lha. Ada pemain dan klub favorit, skill individu, dan lain-lain yang lebih pada aspek teknis invidualnya.

Seiring waktu berjalan, tidak hanya pada tersebut di atas yang menjadi concern dan berlanjut menjadi objek observasi saya. Tapi lebih pada aspek-aspek team play dan bisnis (strategi dan keuangan). Keenam tulisan di atas merefleksikan ke mana interest saya, sebenarnya.

Team Play

Okay, team play salah satu yang menarik. Meskipun gak terlihat di keenam link di atas, ya. Haha.

Football itu mainnya 11 orang di lapangan. Tugas-tugas individu dan tim, hanya dua: bertahan dan menyerang. Mencetak gol ke gawang lawan lebih banyak daripada lawan menjebol jala kita.

Teorinya bertahan itu gampang, kamu dan tim tidak boleh bergerak sedikit pun, jarak di antara kalian harus cukup sempit supaya lawan dan bolanya tidak bisa menembus. Baik dari bawah, maupun atas.

Sebaliknya, menyerang itu mudah dipahami: sebagai kumpulan individu, kalian harus bergerak sedinamis (dynamicity) dan secair (fluidity) mungkin. Supaya pertahanan lawan kebingungan dan mudah ditembus.

Dua teori di atas tampak mudah. Namun begitu dikombinasikan, alternatif dan variasinya sangat beragam:

  • Back (belakang) bisa 3-4 orang.
  • Gelandang (tengah) dari 3-5 orang
  • Penyerang (depan) 1-3 orang.
  • totalnya harus 10 (exclude kiper)

Ketiganya, menuntut klub memiliki pemain dengan spesifikasi posisi tertentu:

  • Tiga orang di belakang, menuntut 2-4 orang bisa bermain sebagai wing back (namanya back, tapi posisinya di tengah/gelandang). Di kanan dan di kiri.
  • Tengah menuntut beberapa jenis posisi: regista (playmaker tapi dari belakang), mezzala (gelandang, tapi bisa jadi sayap, punya power dan pace), trequartista (playmaker yang lebih menyerang), holding midfielder (gelandang bertahan), hingga box-to-box. Saya sebut 5 jenis posisi, padahal kebutuhannya hanya 3-5 orang, dengan total pemain masih 11 orang (termasuk kiper). Jadi berapa orang untuk belakang dan depan?
  • Depan yang butuh 1-3 orang bisa diisi posisi: centre forward, false nine, inside forward, penyerang sayap. Yang disebut ada 4 peran, tapi maksimal hanya 3 orang. Gimana tuh?
  • Btw, posisi-posisi yang mengernyitkan dahi di atas, in total ada 12 posisi. Fyi, tim senior biasanya beranggotakan 33 pemain. Tiga di antaranya sudah menjadi jatah kiper.

Supaya bisa kompak, padat, dan jarak antar pemain sangat pendek, maka garis belakang bisa dinaik-turunkan. Ada yang memilih high defensive line (menuntut taktik semacam tiki-taka jadinya). Ada juga yang memilih direct football plus counter attacking, tapi suka kehabisan tenaga dan konsentrasi jelang akhir pertandingan.

Pilihan yang rumit, bagi pelatih. Tapi merupakan masalah stratejik bagi klub. Mengapa? Kita bahas di berikutnya.

Bisnis

Ada sekitar 33 pemain di tim utama. Sekilas, tampak cukup untuk memenuhi alternatif dan variasi taktik yang sudah disebut di atas. Kenyataannya, pengeluaran perusahaan (klub) untuk mereka semua berkisar 60%-75% dari pendapatan tahunan.

Yes, gaji dan benefit lain dalam kontrak antara klub dengan pemain, sebenarnya sangat-sangat besar pengaruhnya terhadap keuangan perusahaan.

Ingin punya marjin laba yang besar –tersirat di atas, marjin laba sekitar 25%-40%–? Mudah saja, tidak usah punya pemain bintang. Gajinya kecil, kok.

Tapi pemain bukan bintang, tidak signifikan perannya terhadap performa tim. Dia gak cukup populer juga untuk mendatangkan para penonton ke stadion –dan televisi. Hanya stadion yang penuh dan siaran televisi yang mengundang sponsor untuk memberi pemasukan pada klub.

Dari sisi usia, semakin tua seorang pemain, power dan pace-nya semakin menurun. Tapi pemain senior tetap signifikan perannya, meski tidak di lapangan, tetapi di ruang ganti dan tim di internal. In terms of leadership and example/modelling. He must be a role model, as well.

Pemain muda jelas dibutuhkan. Masih kuat, masih cepat. Tapi minim pengalaman. Bukan soal mainnya doang, tapi juga soal mental. Dari sisi usia, kita wajib mengkombinasikan pemain muda dan tua. Tim dengan average age di 28 tahun, sudah ideal banget. Persoalannya, klub gak bisa ideal di sepanjang waktu.

Sebab, sisa kontrak masing-masing pemain berbeda-beda. Ada yang tengah tahun ini habis dan bisa pindah ke klub lain tanpa klub sekarang dapat sepeserpun. Ada yang masih sisa satu tahun dan harus dijual secepatnya dengan harga terbaik. Sisa dua tahun masih menyisakan ketenangan: antara perpanjang (kalau dia main bagus) atau jual (sebelum harganya lebih turun lagi). Di sisi lain, ada yang baru 1 tahun masuk (menyisakan kontrak 3-4 tahun lagi), tetapi belum memberikan performa yang diharapkan.

Technical Director

That’s why butuh direktur teknik (Technical Director). Atau semacamnya. Yang tugasnya menjembatani pelatih yang mengurusi day-to-day tim di tempat latihan dan pertandingan, dengan klub yang menangani scouting, rekrutmen, dan pelatihan pemain muda dalam horison menengah (3-5 tahun). Sponsorship juga stratejik lho.

Di Chelsea, jabatan Petr Cech adalah Technical and Performance Advisor. Tugasnya mirip: menilai dan menganalisis pemain-pemain sekarang (individu dan tim) di mana kelebihan dan kekurangannya serta mengusulkan nama-nama yang potensial untuk direkrut. Baik mengisi celah yang lemah, maupun menggantikan pemain yang pensiun –tidak sampai mencarikan ya; jadi dari database yang ada saja.

Pendapat saya siy, tugas pelatih hanya menentukan siapa yang akan main di lapangan pas weekend atau tengah pekan. Wewenangnya terhadap 33 pemain, sebaiknya dia hanya memberikan saran saja. Kekuasaan harus dibagi-bagi. Supaya tidak terjadi kasus semacam Manchester United pasca ditinggal Sir Alex.

Sponsorship

Sponsorship juga stratejik lho. Sebagian besar kontrak sponsor tuh berdurasi 3 tahun. istilahnya, sekali teken kontrak hari ini, pendapatan klub aman untuk tiga tahun ke depan. Bagaimana dengan tahun ke empat dari hari ini? Itulah tugasnya Commercial Director mencari dan menemukan sponsor di tahun depan. Supaya pemasukan klub bisa meningkat dan stabil pemasukannya.

Bagaimana menjual klub supaya sponsor pada berdatangan dan antri? Permainan harus menarik ditonton, dong. Dan harus sering menang. Kadang, menang aja enggak cukup. Harus bisa juara. Dan yang begini ‘kan, horisonnya tahunan, ya. Menjadi tanggung jawab pelatih dan pemain untuk bermain cantik, menang, dan mempersembahkan trofi. Semua itu untuk apa? ya supaya bisa dijual ke sponsor, donk.

Eksposur klub secara geografis juga menentukan, lho. Kalau cuma bisa main di satu negara, tentu beda dengan yang main di level benua. Makin luas eksposurnya, makin bisa ditawarkan ke sponsor tertinggi.

Komersialisasi sepak bola itu menguntungkan klub. Posisi tawar ada di mereka. Sebab lebih sedikit klub untuk disponsori daripada jumlah sponsornya.

Mudah-mudahan pandemi ini segera berakhir. Kasihan klub, pemain, sponsor dan penonton –yang kehabisan hiburan– seperti saya. FYI, Bundesliga start lagi per tanggal 16 Mei.

Anyway, this is a bit too much. If you have any experience, analysis, or others please provide in the following comments ya! Thank you

One comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.