Cara Membuat Infografis yang Simpel dan Cantik

Apakah membuat infografis itu harus bisa (visual) desain? Sebenarnya tidak. Tapi harus paham information architecture.

Infografis berasal dari kata infographic, alias singkatan Bahasa Inggris yaitu information dan graphics.

Sesuai namanya, infografis adalah informasi yang disajikan dalam bentuk teks yang dipadukan dengan elemen visual seperti grafik, gambar, ilustrasi, atau tipografi.

Secara psikologi, 90% bagian otak manusia lebih cepat menyerap informasi dalam bentuk visual dibandingkan teks. 

Memang, mendapatkan perhatian audiens hari ini semakin sulit. Rentang perhatian (attention span) yang mereka miliki sangat pendek.

Mendapatkan perhatiannya saja sudah sulit, apalagi membuat mereka paham pesan yang ingin kita sampaikan.

Tidak heran, bentuk visual menjadi kompromi bersama antara komunikator dengan komunikan (audiens).

Yang sulit, adalah memperkuat visual tersebut dengan data dan informasi yang tidak hanya menarik, tapi juga meaningful.

Saya yakin, salah satu caranya –masih belum tahu cara yang lain, sebenarnya– adalah dengan storytelling.

Dalam membuat infografis, pengembangan tokoh (ingat Pak Blangkon di infografik tirto.id), situasi (set up?), dan plot akan menentukan seberapa meaningful infografis kita.

Infografis

Darimana datangnya cerita? Sesuai gambar di atas, cerita adalah keterhubungan (connectedness) antara data, informasi, pengetahuan, dan kebijaksanaan.

Wisdom, misalnya adalah kita men-zoom-out suatu fenomena, lalu mencari fenomena serupa. Misalnya kita mempertanyakan kapan kira-kira covid-19 akan berakhir. Kita men-zoom-out fenomena tersebut dengan cara mengkomparasinya dengan kapan Flu Spanyol berakhir.

Nah, bagaimana caranya? Salah satu pohon ilmu yang saya tahu adalah information architecture. Yaitu, bagaimana meng-arsitektur-kan beberapa info (dalam berbagai skala) tersebut sehingga bisa memberikan pemahaman kepada audiens tentang: ada set up apa, ke mana (atau selanjutnya bagaimana), dan berakhir bagaimana (atau kesimpulan).

Sebenarnya, mirip dengan membuat diagram, siy.

Membuat diagram itu kan menemukan meaning antara minimal dua data yang terhubung. Jadi temukan dulu hubungannya, baru kita cari meaning-nya apa.

Hubungan itu bisa ditemukan antara lain, dengan mencari: perbandingan (comparison), perubahan dari waktu ke waktu (change from time-to-time), klasifikasi (classification) yaitu membuat kelompok berdasar persamaan dan perbedaan, serta masih banyak yang lainnya.

Dalam membuat klasifikasi, saya paling suka memulai dengan table 2×2 atau 3×3. Mind Map juga membantu kita memvisualkan persamaan dan perbedaan.

Btw, pergerakan data dari waktu ke waktu itu ibarat menyusun lini masa (timeline), lho.

Membuat Infografis

  1. Mengumpulkan segala data/referensi
  2. Menentukan audiens. Profil audiens (latar belakang pendidikan, tingkat usia, kegelisahan (anxiety), hasrat (desire)) akan mengarahkan kita untuk mendapat taste yang tepat.
  3. Menerjemahkan topik ke satu bentuk visual yang kongkrit. Misalnya infografis tentang covid-19, menggunakan bentuk kongkrit berupa corona (mahkota).
  4. Memvisualisasikan data ke infografis. Jadi ada yang berupa visual, ada yang berupa teks (kata, kalimat, angka, dll).
  5. Menyusun hubungan antar elemen. Yang tiap elemen terdiri dari visual/teks.
  6. Merapikan visual style, yakni konsisten dalam menerapkan font, white space, colour, dan sebagainya.

Tentu saja kita tidak wajib membuat template baru. Bisa saja kita menggunakan template infografis yang siap pakai (ready to use).

Soal style, karena kita (mungkin) bukan desainernya, bisa diserahkan kepada desainer itu sendiri.

Platform desain berbasis website yang paling populer digunakan adalah Canva.

Bagaimana pengalaman kamu menyusun infografis? Barangkali ada pengalaman menarik. Mohon bagikan di kolom komentar ya.

Baca juga tulisan JOURNAL saya yang lain, ya.

One comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Verified by MonsterInsights