Awas, Ada Guru Gadungan! Supaya Aware dengan Penipuan Online Course

Hati-hati dengan guru gadungan. Analisis kebutuhan training kamu sendiri.

Disclaimer: Saya tidak menentang online education. Bahkan, banyak keterampilan yang saya kuasai berkat belajar di internet.

Ada sebuah video di YouTube berjudul The Rise of Fake Gurus yang sudah ditonton lebih dari satu juta kali. Video ini menceritakan para “guru” gadungan (fake) dengan harga paket pelatihan yang berlebihan (overpriced).

The Rise of Fake Guru

Bisnis pelatihan ini lahir karena adanya sejumlah besar informasi yang membingungkan dan bertentangan tentang apa yang harus kita lakukan untuk menumbuhkan diri maupun bisnis milik kita. Namanya juga usaha, selalu ada masalahnya kan. Pada waktu apapun, dalam fase yang manapun, dan di ukuran sebesar apapun masalah di perusahaan sudah tersedia tanpa diminta. 

Dari masalah, lahirlah solusi berupa pelatihan. Yang naasnya, tidak semua guru itu autentik. Ada juga guru gadungan.

Yang bisa dijadikan penanda dari ke-gadung-an ini adalah melimpahnya visualisasi berupa uang tunai, mobil sport, rumah mewah, dan sejenisnya. Fana sekali. Padahal, mobil sport tersebut adalah mobil sewaan. Jika kamu menghasilkan milyaran rupiah dari perusahaan, produk, atau layanan, maka kamu tidak memerlukan siapapun (sebagai peserta) untuk membayar kursus seharga beberapa ratus ribut (atau juta) tersebut. 

Lebih lanjut, kalau kita quick search di Google, lantas kita tidak mendapatkan profil yang jelas dan transparan, sudah waktunya kita mulai curiga. Apabila yang kita temukan hanyalah dirinya dan insitusi yang didirikan dan dibangun olehnya, itu sudah lebih baik. Meskipun perlu ditelusuri lebih lanjut, mana profiling dari mereka saja (sudah direkayasa sedemikian rupa), dan mana yang berasal dari khalayak umum. Personal branding yang paling baik adalah pernyataan atau komentar positif dari orang lain, ‘kan? 

Tentu tidak semua pengajar seperti demikian. Masih banyak kok, pengajar-pengajar yang tulus dengan ilmu dan strategi yang sudah terbukti (proven). Bersama orang-orang baik seperti ini, kita bisa tumbuh bersama-sama; bukannya dia yang untung kita buntung. 

Pelajaran yang bisa diambil dari fenomena di atas adalah untuk lebih selektif dalam memilah dan memilih pelatihan –yang tentu saja sepaket dengan “siapa” pengajarnya.

Personal TNA 

Kaitannya dengan kita sebagai individu –katakanlah sebagai seorang karyawan di perusahaan, atau sebagai pekerja lepas (freelance)– kita sama-sama membutuhkan pelatihan, donk. Sama seperti para pemilik usaha tersebut di atas yang butuh menumbuhkan pribadi dan usahanya.. 

Kalau di kantor-kantor, ada Training Needs Analysis (TNA). Analisis ini dilakukan untuk mengkaver selisih (gap) yang terjadi antara kompetensi yang dibutuhkan dengan hasil asesmen kompetensi terhadap pegawai yang mengisi pos pekerjaan tersebut. Memang, tidak semua perusahaan memahami dan terbiasa menerapkan TNA ini. 

Darimana data-data tersebut berasal? Kompetensi yang dibutuhkan didasarkan pada kompetensi spesifik yang tertuang di job description per posisi pekerjaan. Untuk asesmen kompetensi, datanya bisa jadi tidak terlalu banyak. Karena karyawan terus berotasi dari posisi ke posisi, ‘kan. Setahun sekali diasesmen saja sudah sangat baik. 

PR Kita 

Jadi, sebagai pribadi, apa saja yang pekerjaan rumah yang perlu kita kerjakan terlebih dulu? 

  1. Bangun visi pribadi

    Seperti apa profil kamu sebagai seorang profesional? Mulai dengan yang paling ideal dulu. Bisa melakukan keterampilan A, kompeten di bidang B, dan seterusnya. Baru tetapkan kapan semuanya bisa selesai diwujudkan. Dengan kata lain, tentukan deadline-nya. 

    Kalau kita berpikir cara yang gampang, ya mudah saja. Tinggal mengikuti pelatihan ini itu, dan sertifikasi A, B, C, dan seterusnya. Tapi tujuan tulisan ini bukan mempraktikkan yang seperti itu kan. Melainkan bagaimana secara bertahap (gradually) kita mewujudkan profil profesional kita dengan menempatkan training secara tepat. Baik tepat waktunya, tepat jenis trainingnya, dan pas anggarannya.

  2. Analisis Kebutuhan Pelatihan

    Kalau tidak dianalisis, mungkin kita akan menghabiskan waktu (dan dana) untuk paket pelatihan yang tidak perlu. Di era 4.0 ini informasi bertebaran di website, blog, social media, forum, dan lain sebagainya. Yang tidak disediakan adalah mekanisme untuk menyaring dan mengolah informasi tersebut menjadi wawasan (insight) yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. Termasuk di antaranya adalah mencari dan mendapatkan pelatihan yang tepat (dan dengan anggaran yang pas) untuk mendukung karir profesional kita masing-masing. 

    Adalah kita sendiri yang bertanggung jawab untuk menyaring dan mengolah jadi insight yang bermanfaat. 

  3. Penganggaran

    Tidak bisa semua pelatihan bisa diikuti. Yang gratis saja akan memakan waktu, yang berbayar malah memakan waktu dan uang. Maka sudah tepat kalau menganggarkan waktu dan biaya, supaya tidak kontraproduktif. 

    Yang gratis itu banyak di social media. Formatnya pun bisa kita pilih sendiri. Format teks ada di weblog, format image banyak di Instagram, kalau yang mengajarkan step-by-step dengan kombinasi visual audio semakin banyak di YouTube. Yang terakhir, cocok untuk sebagian besar orang. 

    Dalam menentukan anggaran pelatihan untuk diri sendiri, paling adil kalau dilihat per tahun. Tidak lucu kan kalau jalan-jalan sekian juta, belanja pakaian dan sepatu demi gengsi sekian juta, tetapi investasi leher ke atas (alias training) malah tidak dianggarkan. Tidak perlu terlalu besar, tapi jangan pelit juga. Yang sedang-sedang saja. Hehehe. 

Mungkin kamu ada pengalaman tertentu soal salah beli training? Share di kolom komentar, ya. 


Telah terbit buku terbaru saya. Apa yang dibahas dalam buku ini:

  • Jenis pekerjaan lepas yang tersedia di pasar tenaga kerja saat ini
  • Cara memulai karir freelance
  • Frequent activity seorang freelancer
  • Bagaimana meningkatkan produktifitas dan menaikkan kelas freelance
  • Mengoptimalkan remote working untuk pekerjaan freelance

Spesifikasi teknis buku ini:

  • Ukuran A5
  • Total 197 halaman
  • 5 Bagian; 33 Bab
  • Tebal 1.2 cm
  • Kertas HSSD (tetap ringan)
  • SWOT analysis workpage
  • Personal branding workpage
  • Self-publishing
  • On-demand printing

5 Comments

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

  1. belum pernah sih ikut pelatihan sendiri apalagi yang berbayar, kecuali kulwapp gratisan dan yang berbabayar under 100rb. waktu dulu masih kerja diperusahaan, pelatihan biasanya diadakan sama perusahaan itu sendiri, tapi itupun untuk jenjang manajemen ( kepala bagian), alhamdulillah saya termasuk.