Pentingnya Kampanye Kebencanaan secara Rutin

Saya merefleksikan kampanye edukasi/sosialisasi dalam ranah kebencanaan yang saya dan tim eksekusi beberapa waktu lalu di bulan November-Desember tahun 2024.

Dengan menggunakan funnel marketing sebagai kacamata dalam melihat situasi kebencanaan secara umum, kami menemukan fakta yang mencengangkan bahwa kesadaran kebencanaan itu relatif rendah.

Rendahnya Kesiagaan Bencana

Situasi tersebut menimbulkan keheranan karena bencana seperti gempa bumi sesungguhnya sering terjadi di tanah air kita sehingga biasa disebut sebagai “supermarket bencana”. Disebut demikian karena kaya dan beragamnya bencana di negeri tercinta.

Mulai dari gempa bumi, tsunami, tanah longsor, kebakaran hutan, likuifaksi, banjir, dan lain sebagainya.

Di Kota Ambon saja, yaitu kota di mana kami melaksanakan sosialisasi teknologi kebencanaan, gempa bumi terakhir “baru” terjadi 5 tahun lalu, tepatnya di tahun 2019. Dan sepertinya warga lokal (war-lok) sudah melupakan bencana tersebut.

Padahal, membicarakan bencana secara umum, dan gempa bumi secara khusus, pemberitaan bencana itu cukup sering lho di media massa kita – sekalipun bencana yang diberitakan tersebut tidak melulu terjadi di kota/kabupaten tempat tinggal kita lho ya.

Sehingga, barrier pertama yang tim kami harus taklukkan adalah antusiasme dari mereka yang kami sebut “target market”. Kami sadar bahwa kami harus come up dengan sesuatu yang ‘eye-catching’ demi mendapatkan perhatian mereka. Maka hadirlah kami dengan konsep markot. Untuk markot, ide sekaligus pesan utamanya (core message) adalah SIAGA dan Tangguh yang bisa direpresentasikan oleh hewan beruang. Mascot beruang ini juga tampil dengan gaya futuristic yaitu dengan kacamata VR (Virtual Reality)-nya, sekaligus juga membawa ‘tas siaga bencana’ di pundaknya.

Target Market

Perlu pembaca blog ini ketahui bahwa target market kami dalam sosialisasi ini adalah kaum perempuan dan para siswa sekolah.

Karena kaum perempuan saat ini masih sering termarjinalkan dalam berbagai bidang, namun tetap dengan beban beratnya seperti tanggung jawab terhadap anak-anak mupun lansia (lanjut usia). Tidak terkecuali pada bidang kebencanaan.

Mengapa siswa sekolah? Dengan membekali para siswa dengan pengetahuan kebencanaan, itu berarti kita sudah berinvestasi untuk generasi masa depan yang lebih bersiap-siaga akan datangnya bencana yang tidak pernah diketahui kapan datangnya.

Channel Komunikasi

Mengenai channel komunikasi. Tentu edukasi kepada para siswa lebih mudah dilakukan jika bekerja sama dengan pihak sekolah dan bertempat di sekolah. Sementara untuk menyasar kaum perempuan, area public nan komersil seperti mall adalah channel yang kami pilih untuk pelaksanaan event.

By the way, saya yakin bahwa kampanye sekarang ini tidak lagi bisa dipisahkan antara kampanye offline (berupa event) dengan kampanye online-nya. Di mana, skemanya adalah kampanye online menempati pra dan pasca event. Sementara event sendiri untuk memberikan kedalaman terhadap pesan yang dikirimkan. Sehingga rangkaian channel tersebut menjadikan kampanye lebih utuh dan terintegrasi.

Perihal lokalitas, penting sekali untuk berkolaborasi dengan para war-lok. Dalam hal ini setidak ada 3 pihak yang bisa dilibatkan: orang daerah di kebencanaan (yaitu BPBD), EO local, serta tidak lupa tentunya adalah influencer yang popular di kota/kabupaten tersebut.

Pesan-pesan inti (core message-nya) akan semakin mem-bumi dan me-lokal manakala kita bekerja sama dengan para war-lok tersebut.

Kembali ke judul tulisan ini. Mengapa menjadi penting untuk melakukan edukasi secara rutin?

Pentingnya Edukasi Rutin

Alasannya ada 2 ya. Pertama adalah pada masyarakat yang cepat sekali lupa, pengingat (reminder) adalah hal penting yang harus dilakukan secara rutin. Bencana yang dahsyat itu merugikan dari sisi hilangnya banyak nyawa, sekaligus lumpuhnya ekonomi manakala bencana tersebut juga meluluh-lantakkan infrastruktur kita. Bayangkan berapa banyak barang yang gagal masuk ke suatu kota/kabupaten andaikata bandara/jembatan dan infrastruktur lainnya yang rusak.

Terkhusus untuk segmen para siswa, kita menyadari bahwa di tingkat usia tersebut, mereka cepat bertumbuh dan berubah. Siswa SD lima tahun lalu, bisa jadi sekarang sudah menjadi siswa SMA. Siswa SMP 5 tahun lalu, bisa jadi sekarang sudah bekerja dan menikah. Jadi banyak sekali pertumbuhan/perubahan yang terjadi pada generasi muda hanya dalam rentang waktu 5 tahun.

Hal ini melahirkan sebuah tantangan yang lain. Pertama adalah bagaimana cara men-deliver pesan dalam format yang menarik, eye-catching, membangitkan antusiasme, atau bahkan memunculkan rasa ingin tahu lebih lanjut?

Cara termudah dalam menanggapi tantangan tersebut adalah dengan memasukkan kebencanaan ke dalam kurikulum di sekolah. Intitusi Pendidikan sifatnya tetap, namun siswa selalu berganti kan? Dengan adanya kurikulum kebencanaan di sekolah, siswa menjadi lebih sadar dan akan menjadi pribadi dewasa yang mengantisipasi atau memitigasi bencana yang mungkin datang kapan saja.

Sementara menciptakan kemasan yang lebih segar untuk  berkomunikasi dengan kelompok masyarakat lebih dewasa inilah yang menantang dan perlu menggunakan medium-medium terbaru, seperti social media, influencer, website, dan lain sebagainya seiring dengan pola komunikasi terhadap masyarakat yang selalu berubah menjadi semakin beragam dari waktu ke waktu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.