Mengajari Anak tentang Uang

Uang itu seperti bersepeda dan menyetir mobil/motor: tidak diajarkan di sekolah. Maka menjadi tugas ortu untuk mengajarkan tentang uang kepada anak.

There are things that money can’t buy. For everything else, there is MasterCard.

MasterCard

Kalimat kedua itu buatan dari copywriter. Kalimat pertama itu benar banget. Senada dengan, “Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang.”

Kalimat tersebut mengena banget bagi para orang tua yang seringkali merupakan buyer atau donatur dalam berbagai aktifitas anak. Hendaknya kita tidak berhenti di dua peran tersebut saja, melainkan hingga menjadi teacher bagi anak dalam hal uang.

Apalagi uang tidak termasuk dalam kurikulum yang diajarkan di sekolah ya. Mirip-mirip dengan bersepeda, menyetir motor atau mobil.

Berikut ini cara-cara saya dalam mengajarkan tentang uang kepada anak. Dan ini bukan soal uang saja, tetapi things that related to money.

  1. Mengenalkan Uang Melalui Permainan Monopoli. Ajarkan tentang aset (hotel, bandara, dll). Bahwa aset tersebut juga bisa di-upgrade. Dan aset berupa properti itu bisa disewakan.
  2. Mengenalkan Uang Melalui Kegiatan Belanja.
    1. Tanya kepada mereka, kamu punya uang berapa untuk belanja barang tersebut? Kamu atau ortu yang akan bayar?
    2. Biarkan mereka yang bicara sendiri kepada penjual. Tugas kita adalah memberi brief sebelumnya.
    3. Ajak mereka menghitung total belanjaan. Misal 2 buku gambar yg masing-masing berharga Rp6.000,- maka totalnya adalah Rp12.000,-
    4. Ajak mereka menghitung kembalian. Jika mereka membawa uang Rp20.000,- berapa seharusnya uang yang mereka terima? Minta juga untuk menghitung kembalian tersebut tepat atau tidak.
  3. Bahwa uang bukan berasal dari ATM. Iya, uang kita ada di rekening kita yang cash-nya bisa kita ambil via ATM. Ajarkan kepada mereka bahwa uang datang dari bekerja, menjual barang atau jasa. Di sini kita bisa sambil menyelipkan, “Allah subhanahu wa ta’ala meng-halal-kan jual beli, ….”
  4. Namun, tidak semua upaya kita perlu/wajib dibayar. Banyak yang seharusnya merupakan kewajiban sendiri. Misalnya, anak yang mencuci piring tidak boleh meminta upah kepada orang tuanya. Ajarkan juga bahwa keterlibatan anak dalam urusan rumah tangga itu ekivalen dengan produktifitas ortu dalam mencari nafkah. Tekankan bahwa masing-masing individu dalam keluarga menjalankan perannya demi keberjalanan rumah tangga itu sendiri.
  5. Ajarkan konsep tabungan sebagai dana darurat andaikata terjadi musibah, maupun untuk cita-cita masa depan.
  6. Ketika sudah menginjak remaja, ajarkan konsep berinvestasi juga. Bahwa sesuatu aset itu bisa memberikan hasil lebih dengan perlakuan yang tepat. Misal, rumah dengan kamar kost bisa menjadi barang investasi. Atau, meningkatkan kemampuan diri lewat kursus/sertifikasi juga bentuk lain dari investasi.

Catatan: Saya tidak mengajak anak untuk membuka rekening tabungan di bank. Saya sudah melakukan untuk mereka. Pada saatnya nanti, isi tabungan tersebut yang akan menjadi awal dari isi tabungan mereka nanti.

Baca Juga: Fathering categories.

Rasanya segitu dulu dari saya. Dari rekan-rekan pembaca barangkali ada tambahan? Silakan tuliskan di kolom komentar ya.

One comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.