Cara Membuat Marketing/Sales Plan Pada Produk/Bisnis yang Sudah Berjalan

Tahun baru 2019 akan dipenuhi persaingan yang lebih ketat. Marketing Plan dan Sales Plan berguna jadi panduan agar tujuan pemasaran dan penjualan tetap tercapai.

Perkembangan dunia bisnis seringkali tidak terduga. Kalau bisa beradaptasi dengan cepat sih tidak apa-apa, tetapi kalau tidak? Kehilangan omset dan pelanggan adalah resiko yang selalu mengintai.

Cara Pembuatan Marketing Plan atau Sales Plan di akhir tahun seperti saat ini (November-Desember 2018) dilakukan dengan menjalankan beberapa tahap berikut:

  • Evaluasi
  • Sales Pipeline
  • Retention Strategy yang baru
  • Cek kesehatan USP
  • Branding
  • Tulis Executive Summary

Evaluasi

Evaluasi program-program yang sudah pernah dilakukan. Mana yang berhasil, mana yang tidak. Lalu evaluasinya di mana. Sebenarnya, secara taktik tentu tiap-tiap program sudah dilakukan analisis, evaluasi dan rekomendasi. Dokumennya sudah ada. Dalam rangka pembuatan dan pengembangan marketing/sales plan, dokumen-dokumen yang sudah ada tersebut hanya perlu kita kompilasikan.

Lalu, evaluasinya bagaimana? Nah, evaluasi yang dimaksud di sini tentu saja dalam perspektif yang lebih luas. Misalnya, berhubung sekarang ini sudah memasuki akhir tahun, maka yang dievaluasi adalah setahun ke belakang. Bisa juga menggunakan perspektif tiga tahun. Evaluasi tiga tahun ke depan, atau membuat marketing/sales plan untuk tiga tahun ke depan.

Perlu ditekankan bahwa perspektif jangka menengah seperti 3-5 tahun ke depan ini memiliki kelebihan pada aspek objektifitas. Sehingga, overlapping program tidak terjadi. Tidak ada program yang saling tumpang tindih; ketika memiliki tujuan program yang sama, menyasar segmen pasar yang sama, tetapi dilakukan oleh dua entitas berbeda dari dalam company kita dengan mekanisme penganggaran yang berbeda pula.

Eksekusinya pun lebih efektif karena tujuannya terang dan jelas. Ibarat gelas bening, semua anggota tim bisa melihat tujuan marketing/sales dengan terang-benderang.

Sales Pipeline

Cek sales pipeline. Dalam evaluasi dan planningnya, coba jawab pertanyaan berikut ini:

  • Channel mana yang paling mendatangkan omzet?
  • Channel mana yang paling menguntungkan?
  • Channel mana yang paling viral atau mendatangkan awareness paling banyak?
  • Channel mana yang banyak pelanggan kita? (Ini untuk menjawab retention strategy).

Retention Strategy

Hukum Pareto berlaku. Akan ada 80% pembeli/pelanggan yang menunjang 20% penjualan kita. Begitu pula, ada 20% pelanggan yang terus-menerus membeli dari kita hingga total pembelian mereka mencapai 80%. Kita harus fokus dan memprioritaskan yang 20% database ini saja. Supaya, planning dan eksekusi kita worth it.

Mendapat perhatian calon pembeli tidak pernah mudah dan murah. Cenderung mahal dengan efektifitasnya yang rendah. Sulit sekali memecahkan telor (dari angka nol menjadi satu). Sebaliknya dengan program-program pemasaran yang mengkonversi pembeli (baru belanja pertama) menjadi pelanggan (sudah belanja beberapa kali). Relatif lebih mudah, meskipun lebih mahal sedikit daripada yang pertama.

Yang paling worth it (berharga) untuk dilakukan justru adalah mempertahankan pelanggan yang sudah ada. Nah, tiap industri dan kategori produk memiliki keunikan retention strategy masing-masing. Bagaimana evaluasi terhadap retention strategy yang lalu, dan apa strategi retensi kamu yang baru?

Cek Kesehatan Unique Selling Proposition (USP).

Evaluasi program pemasaran pada dasarnya adalah evaluasi USP. Apakah merek atau usaha sudah menawarkan proposi penjualan yang unik/berbeda. Dalam positioning statement, bisa saja USP sudah sangat berbeda daripada USP milik kompetitor. Namun yang perlu diwaspadai adalah sebagus apa (how well) eksekusi USP tersebut pada medium-medium pemasaran (above the line, below the line, social media, dsb.) dan penjualan (misalnya lewat merchandising).

Di sinilah peran marketer yang harus selalu memantau (monitor) dinamika program, medium, dan USP dari berbagai merek-merek di pasar yang saling bersaing dan menyubstitusi satu sama lain.

Brand-ing

Kalau kontennya banget adalah USP, maka konteks yang menyertai konten tersebut selalu berbeda-beda. Evaluasi dan planning mutlak kita lakukan pada branding-nya. Terutama program dan medium branding.

Evaluasi program dan medium branding. Program mana yang memberikan impak signifikan. Medium apa yang baru-baru ini menjadi saluran (channel) baru bagi segmen target kita.

Ingat, branding adalah brand-ing. Yakni suatu upaya tanpa henti untuk membangun brand. Mulai dari membuat konsumen sadar (aware), sampai dengan setia (loyal) terhadap merek tersebut. Ultimate goal-nya adalah membuat pelanggan menjadi evangelist yang senantiasa menjadi pembela (dan tentu saja pengguna paling setia) dari suatu merek.

Seni dari brand-ing adalah seni menggunakan dan mengoptimalkan berbagai medium yang ada demi tercapainya suatu ekuitas merek. Sebagaimana makna ekuitas dalam akuntansi, demikian pula dengan ekuitas merek sebagai suatu “asset” intangible milik perusahaan.

Ambil contoh, baru beberapa pekan lalu ada event festival bertajuk Hijrahfest (IG @hijrahfest). Secara sekilas, saya melihat event ini luar biasa sukses. Terutama dalam menyasar segmen pasar yang hampir satu dekade ini terus-menerus “naik daun”, yaitu kelas menengah muslim (middle class muslim) yang hidup dan memadati perkotaan.

Mengambil studi kasus event tersebut, bisa nih kita melakukan evaluasi, apakah medium event hijrah festival tersebut (yang secara terangan-terangan telah menyatakan di profil akun Instagram-nya bahwa akan menyelenggarakan event sejenis di tahun depan), layak untuk menjadi saluran perkenalan (introduction) dan engagement.

Tentu saja event festival tidak kita pandang sebagai event semata. Tetapi efek viral dari pra-event maupun pasca-event-nya tidak boleh kita abaikan. Perlu perencanaan matang bagaimana mengelola dan memberdayakan pra dan pasca event itu sendiri. Apalagi ‘kan sekarang era social media yang setiap story-nya bisa kita gulirkan di stream-stream social media itu sendiri.

Executive Summary

Setelah berbagai tahapan di atas, baru masuk ke Executive Summary. Hendaknya memuat story yang meyakinkan. Why-nya harus ada. Mengapa/kenapa kita akan melakukan hal tersebut? Tidak lain dan tidak bukan adalah supaya teman-teman dalam tim memahami dan memiliki alasan untuk bergerak mengeksekusi program-program pemasaran (marketing) dan penjualan (sales).

Di samping untuk internal tim marketing dan sales, Executive Summary juga bisa dipakai untuk meyakinkan stakeholder lain seperti manajemen, direksi, dan pemilik (company owner). Investor dan kreditur bisa kita kelompokkan juga ke dalam target audience dari Executive Summary ini. Barangkali ‘kan ada inisiatif-inisiatif baru perihal marketing dan sales yang membutuhkan suntikan dana baru.

Closing: Stay Flexible

Pada akhrinya, plan hanya tinggal plan. Itu adalah sebuah panduan. Basically, semuanya harus dieksekusi. Mengapa? Karena plan kan dibuat dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang. Kalau event seperti Bulan Ramadhan dan Lebaran tentu saja harus sudah ada dalam planning marketing/sales.

Bila ada resource berlebih (waktu, tim, anggaran) tentu boleh saja berbuat lebih dari yang sudah direncanakan dan dituliskan di marketing plan atau sales plan. Ini yang namanya stay flexible.

Bagaimana bila ada peluang penjualan atau celah pemasaran yang kita temukan di tengah perjalanan tahun atau tiga tahun? Tentu harus kita kejar. Resources bisa kita alokasikan ulang bila kita menemukan momentum-momentum yang bagus. Misalnya, kompetitor melakukan blunder yang menyebabkan mereka masuk ke dalam pusaran krisis kepercayaan oleh konsumen. Celah seperti ini bisa kita manfaatkan dan maksimalkan.

Demikian panduan di akhir tahun 2018 ini, semoga teman-teman sukses menggapai target pemasaran dan penjualan untuk tahun 2019 dan ke depannya lagi.

Reference and image source:

  • https://salesmaster.co.id/pedoman-sales-plan-buat-yang-ingin-jadi-pemenang-di-2018/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *