Cara Mendapatkan Buku yang Bagus

Sedari pertama saya saya mengenal dan suka membaca buku, saya sering tertipu dengan judul buku. Saya kira bukunya tentang A, ternyata isinya tentang B. Padahal di Indonesia, tidak pernah ada yang namanya garansi uang kembali.

Ada buku yang judulnya –katanya– bisa membantu kita membeli properti secara tidak kontan sama sekali. Benar saja sih hal tersebut memang bisa dilakukan. Namun ternyata tidak bisa dilakukan secara berulang kali. Ada faktor keberuntungan untuk menemukan rumah dengan keadaan pembayaran seperti sudah disebutkan. Beli buku tentang properti ini biasanya dapat bonus diskon seminar. Harga seminar aslinya jutaan rupiah. Setelah diskon pun ternyata masih ratusan ribu rupiah. Selidik punya selidik, ternyata sang pembicara memang jualan seminar bukan jualan properti.

Sejak itu, saya beberapa kali gagal mendapatkan buku yang berkualitas. Antara tertipu isi dengan judul, atau isi yang kurang lengkap, atau paling parah adalah isi yang tidak menjawab kebutuhan saya yang sebenarnya. Di mana, ketertarikan SESAAT saya saja yang mendorong dan memaksa saya untuk mengambil buku tersebut dari rak toko lalu membayarnya di kasir. Toko buku ‘kan ambience-nya memang mendorong kita untuk mengambil buku sebanyak-banyaknya, sembari berambisi bahwa semuanya akan berhasil kita baca di rumah, lalu pergi ke kasir.

Seiring waktu, hingga belasan tahun sejak pertama kali saya membeli buku, kini saya merasa dan menilai diri saya, bahwasanya saya sudah mampu memilih, mendapatkan, dan memiliki buku yang benar-benar punya kualitas. Tidak mudah tertipu lagi dengan ambience toko buku, judul dan kaver buku, diskon seminar, dan tetek-bengek lainnya. Saya membeli buku karena memang saya tahu saya membutuhkan materi tersebut, dan saya tahu persis buku tersebut mampu memenuhi kebutuhan saya. Saya coba sharing sedikit di blog ini ya.

Ada dua untuk memilih dan mendapatkan buku yang berkualitas. Yaitu dengan mengenali penulisnya, serta memahami daftar isinya.

Cari Tahu Siapa Penulisnya.

Ada dua cara mengetahui apakah penulis judul tersebut, merupakan penulis yang baik.

  • Perhatikan seberapa sering dia menulis buku. Kenali apa saja bukunya. Kredibilitasnya bisa kita lihat dari seberapa konsisten tema yang dia bahas. Kalau dia bisa menulis macam-macam bukan karena dia jago di semua bidang tersebut, kemungkinan dia adalah penulis profesional.
  • Cari tahu brand dia selain lewat buku yang dia tulis. Ada dua kemungkinan mengapa dia adalah expert di bidang tersebut.
    • Beliau memang seorang pelaku di bidang tersebut. Atau,
    • Beliau adalah konsultan/trainer di bidang yang dia tulis.

Saya mengkoleksi semua buku dari Pak Frans M. Royan karena beliau adalah konsultan di bidang distribusi dan ritel. Semua bukunya tentang ritel (minimarket, wholesale, dsb) dan distribusi (cara mengelola kantor cabang, cara mengelola piutang, dst).

Para expert mungkin jago mengeksekusi, atau berbicara tentang bidangnya, tapi belum tentu dia jago menulis. Banyak di antara kita yang bisa bicara tapi tidak bisa menulis. Atau sebaliknya, bisa menulis tapi tidak bisa men-deliver speech. Beliau ini adalah salah satu yang lulus dan lolos dari seleksi alam terhadap penulis.

Penyeleksian buku untuk kita beli dan baca semakin tidak mudah. Mengapa? Sebab menulis kini semakin mudah. Ada banyak informasi digital di internet, khususnya dalam format blog, yang mudah dikutip. Namun sayangnya, cek & ricek (periksa & periksa ulang) terutama mengenai sumber kutipan kurang dilakukan secara mendalam oleh penulis dan editornya.

Untuk topik yang sama, pastinya ada beberapa judul buku dari beberapa penerbit. Lihat saja dalam ranah spiritual Islam, topik shalat dhuha dikerubuti puluhan penerbit. Lebih umum lagi yang ngetren sekarang topik bisnis ‘bermain’ saham dikerubuti begitu banyak penerbit atau soal ‘otak tengah’.

Mulai penerbit gurem (small publisher), penerbit menengah (medium publisher), dan penerbit besar turut mengeroyoki topik-topik tersebut. Mereka makin atraktif menampangkan judul-judul buku mereka masing-masing di rak-rak toko buku, terkadang satu topik dikerubuti oleh lebih dari 10 judul.

Belum lama ini saya mencari buku tentang cara menulis fiksi. Kebetulan, saya menemukan buku yang ditulis oleh Hermawan Aksan. Saya lupa di mana pertama kali membaca namanya. Tapi saya ingat bahwa nama tersebut memang sejatinya adalah seorang penulis. Yang menjadi pemantik utama dalam pembelian saya atas buku tersebut adalah bahwa beliau merupakan ediotr yang sering diajak berdiskusi oleh Dewi ‘Dee’ Lestari.

Dari bukunya, saya berkesimpulan bahwa proses menulis fiksi dan non-fiksi itu sama persis. Tadinya saya pikir cara menulis fiksi itu benar-benar berbeda dari non-fiksi. Yang pertama penuh dengan imajinasi dan kata/kalimat filler (pengisi), yang kedua penuh dengan riset dan kepadatan makna. Ternyata, yang benar adalah fiksi juga sarat dengan riset dan harus ditulis dengan bernas (padat makna).

Alasan bahwa saya mengetahui kompetensi dan pengalaman penulis di bidang yang mereka geluti, juga menjadi alasan mengapa saya membeli buku Pak Bambang Trim, yang berjudul Menulispedia: Panduan Menulis untuk Mereka yang Insaf Menulis.

Untuk fiksi, ada penulis Adhitya Mulya. Jomblo, Sabtu Bersama Bapak, Traveler’s Tale, Gege Mengejar Cinta adalah novel-novel yang pernah dia tulis. Kelebihan penulis satu ini adalah karena tidak hanya menulis satu genre saja (yaitu komedi). Sabtu Bersama Bapak menunjukkan kedewasaannya sebagai seorang suami dan bapak. Dari sisi kepengarangan, ada pergeseran dan penambahan peran dalam hidup beliau yang turut mempengaruhi karya-karyanya. Sepola dengan Dee yang juga menulis tentang romansa (Rectoverso), kumpulan puisi dan cerpen (Filosofi Kopi), fiksi ilmiah (Supernova).

Bandingkan Daftar Isi-nya.

Saran saya, yang paling layak dikoleksi adalah yang paling lengkap isinya (berdasar penelusuran dan perbandingan terhadap daftar isi).

Kadang-kadang ada topik tertentu yang buku-bukunya tidak perlu dikoleksi. Semisal tentang bisnis internet. Perkembangan via blog, notes facebook, webminar, dan format yang lain lebih cepat perkembangannya daripada dalam format buku. Bahkan ada buku yang terang-terangan menunjukkan cara membuka browser dari Windows. Ini kan hanya mengejar ketebalan buku saja.

Kompas pernah merilis hasil survey tahun 2010 bahwa minat membaca masyarakat di perkotaan mulai tumbuh signifikan. Ada yang unik hasil survey Kompas bahwa pembaca Indonesia tidak terlalu memedulikan ‘penerbit’ dan ‘penulis’. Saya agak berseberangan dalam hal ini. Saya kira, kualitas buku juga dipengaruhi oleh track record penerbit dan penulisnya. Berikut ini saya kutip langsung pendapat Pak Bambang Trim mengenai fenomena ini.

Nah loh, ini patut menjadi perhatian karena ‘nama besar’ penerbit bukan menjadi jaminan best seller-nya sebuah produk. Penerbit gurem atau penerbit ‘kemarin sore’ tiba-tiba bukunya mampu mencuri perhatian dan naik daun seperti ulat bulu–menggelitik rasa ingin tahu.

Penulis pun setali tiga uang. Apa pernah pembaca Indonesia menelisik para penulis yang menyusun buku tentang bisnis rumahan atau bisnis dengan modal di bawah 2 jutaan?–selidik punya selidik terkadang penulisnya sendiri pun tidak punya bisnis! Apalagi buku-buku bertema bagaimana mendapatkan kekayaan dengan berbagai cara, selidik punya selidik lha penulisnya belum kaya.

Referensi:

  • http://manistebu.com/2010/04/pasar-buku-yang-turun-atau-kue-yang-terbagi/

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.