Menelisik Profesi Komika

Berawal dari stand up comedy, selanjutnya bisa berubah-ubah ke berbagai macam profesi. Layaknya hewan bunglon lah ya. Demikianlah pandangan saya terhadap profesi komika.

Misalnya Oza Rangkuti. Secara rutin dia mengunggah konten di podcast kesel aje. Tapi dia juga jadi pembaca berita sekaligus komentator di BAP (Berita Acara Perkara Berita Akhir Pekan). Secara offline, dia sering diminta menjadi MC -barangkali ada yang lupa: Master of Ceremony.

Bene Dion. Sekarang penulis skenario. Terakhir, film Ngeri-Ngeri Sedap lalu Ganjil Genap. Pernah di suatu wawancara, beliau menceritakan insight bahwa director/scriptwriter komedi belum banyak. No wonder beliau saat ini menekuni genre film tersebut. Gak sepenuhnya komedi memang, tetapi unsur komedi membuat film tersebut menjadi lebih menarik.

Raditya Dika. Sudah jelas. Pemain film pernah, sutradara juga pernah. Awalnya dari blogger yang blog-nya dibukukan, lalu menulis skenario. Beberapa tahun terakhir, hidup dari YouTube-nya.

Ernest Prakasa. Tadinya pekerja di major label musik. Jadi komika kontestan. Sempat keliling Indonesia campaign stand up. Bukunya kemudian difilmkan. Setelah menjadi sutradara, kini seringnya sebagai produser.

Pandji Pragiwaksono. Punya artist management –> manajemen komedian. Yoi donk, komedi kan juga art. Jadi komedian adalah artist. Grup bisnisnya dia juga ada event organiser, merchandiser, dan lain sebagainya.

Ada satu modal yang mereka miliki sehingga mereka bisa mengambil beberapa jenis pekerjaan berbeda, yaitu popularitas. Berkat popularitas, yang diindikasikan oleh banyaknya followers, maka itu menjadi alasan bagi user untuk melibatkan mereka sebagai talent.

Ada berapa manajemen komedian? Saya gak tahu. Tapi ada nama lain, yaitu Majelis Lucu Indonesia (MLI).

Profesi di Atas Panggung

Bicara soal profesi di atas panggung, ada perbedaan yang nyata antara penyanyi dengan komedian. Penyanyi diminta menyanyi lagu yang sama. Komedian sebisa mungkin tidak melempar jokes yang sama. Apalagi yang sudah ada di short/reels/tiktok yah. Tapi kalau audiensnya benar-benar berbeda dari penonton video pendek, mereka akan sikat aja.

Satu yang sama di antara mereka adalah creating content. No wonder, jadinya Content Creator, ‘kan.

Bahwa mereka berkomedi sendirian di atas panggung, itu butuh nyali. Tidak semua yang lucu di tongkrongan berani lho tampil sendirian. Karena bernyali, maka bayarannya relatif mahal.

Karena mulai jadi bisnis, maka positioning ala marketing harus diterapkan. Supaya stay relevant di kompetisinya.

Perlu punya konten yang difokuskan. Supaya jadi ciri khas juga. Mereka menyebutnya dengan persona. Oza dengan “Jaksel”. Sastra dengan “Si Paling”. Apos dengan “Jaktim”-nya. Raditya Dika dulu dengan ke-jomblo-annya, sekarang tentang istri atau anaknya. Kontennya yang agak serius tentang financial management juga banyak yang mengikuti. David Nurbianto dengan “Ayah Ikhlas”-nya.

Bagaimana Mereka Melakukannya?

Jadi, tips-tipsnya apa saja?

  • Konsisten dengan diferensiasi yang dimiliki. Idealnya begitu. Dan ini tidak mudah.
  • Riding the wave. Ini agak pragmatis memang. Asal jadi dan sifatnya temporer saja.
  • Harus eksplorasi terus. Namanya eksplorasi ada gagal ada berhasil. Yang penting resultante berhasilnya lebih banyak daripada gagalnya.

Apakah kamu menikmati karya dari profesi komika ini? Atau punya opini lain tentang profesi ini? Share opini kamu di kolom komentar ya.

One comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.