Anak dan Interaksi Sosial

Beberapa lapis orang di luar keluarga inti, menuntut interaksi sosial yang berbeda dengan anak-anak. Kita perlu mengajarkan dan mencontohkan bagaimana kita bisa membangun hubungan dengan lapisan-lapisan keluarga besar maupun anggota masyarakat tersebut.

Sejak bayi, anak itu mengenali orang-orang mana yang dekat dengannya. Mana yang dia temui sejak membuka mata (bangun tidur), sering berada di sekitarnya, hingga dia menutup mata (tidur) kembali.

Karena ‘terlalu’ sering bertemu, maka nyaris tiada batas dalam berhubungan/berkomunikasi. Namanya juga orang tua dengan anak ‘kan. Apa saja bisa dilakukan oleh anak dengan orang tuanya; apa saja bisa disampaikan oleh si anak kepada orang tuanya.

Seiring dengan semua interaksi tersebut, kewajiban orang tua malah meningkat –sebagaimana seharusnya– yaitu menjadi madrasah (guru) pertama bagi si anak.

Tetangga

Di lingkaran yang lebih luas dari rumah, ada tetangga kanan-kiri dan depan-belakang. Mereka ini adalah orang terdekat yang berada di sekitar kita di tempat kita biasa tinggal. Yang karena kedekatannya secara fisik, memungkinkan kita bisa saling menolong satu sama lain.

Yang biasa saya dan istri lakukan, adalah berbagi makanan –yang biasa kami makan– dengan para tetangga tersebut. Sooner or later, pasti akan ada bantuan yang sangat mungkin kami request dari mereka. Sebelum kebutuhan tersebut ada, kami memastikan bahwa kami sudah membangun hubungan terlebih dulu.

Saudara / Keluarga

Secara ikatan darah, ada namanya om-tante dan pakdhe-budhe yang kami perkenalkan kepada Anak Dua. Namun, secara fisik belum tentu mereka ini dekat dan bisa dijangkau dengan mudah. Takdir rezeki menuntun kami untuk berjauhan satu sama lain.

Yang biasa kami lakukan, apalagi pandemi begini, adalah rutin video call dengan mereka. Supaya ‘pertemanan’-nya tetap terasa. Kalau sebelum pandemi, masih ada kesempatan untuk saling berkunjung –tidak lupa membawa panganan. Yang paling utama di antara Anak Dua dengan para sepupunya adalah berinteraksi atau bermain bersama.

Sekolah

Di sekolah, ada guru dan teman-teman. Yakni pengajar dan rekan-rekan satu institusi yang sebenarnya, mungkin tidak akan benar-benar lama dan panjang. TK 2 tahun, SMP-SMA masing-masing 3 tahun. Yang benar-benar panjang adalah SD: 6 tahun. Tapi perasaan saya, tidak banyak memori dengan rekan-rekan dari SD yang sama.

Meskipun masih pandemi dan jarang bertemu langsung dengan Bu Guru, kami tetap menekankan untuk menghormati para guru. Ucapkan salam ketika bertemu di sekolah. Izin untuk pamit ke WC ketika sedang pertemuan video call. Dan lain sebagainya. Tentang teman-teman mereka, pesan kami supaya mengingat wajah dan panggilannya.

Observasi kami ya, karena masih pandemi, jadi belum bisa berteman dan bermain dengan rekan-rekannya yang lain. Ketika bertemu langsung pun, mereka masih saling melihat dan menilai situasinya dulu. Bisa dikatakan, mereka masih bermain sendiri-sendiri di tempat yang sama; belum bermain bersama-sama. Catatan: Anak Dua masih TK saat ini.

Ada berlapis-lapis hubungan dengan orang-orang di luar rumah. Sehingga wujud interaksi sosialnya pun beragam. Tipe-tipenya ditentukan oleh kedekatan fisik, hubungan darah, dan kesamaan institusi. Klasifikasi demikian memudahkan kita untuk mengenali dan berinteraksi secara sosial dengan tepat dan sewajarnya.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.