Posted on

Belum lama ini saya membantu beberapa UKM dalam menyusun rencana aktivitas branding mereka. Para peserta tersebut beruntung mengikuti Kelas Keterampilan milik Komunitas Memberi. Sekarang sudah ada 2 angkatan “Memberi Go Global”.

Teaser: 
Kamu bisa mendaftar ke website Komunitas Memberi untuk ikutan Kelas Keterampilan Batch ke-3. Selain Kelas Keterampilan, di Komunitas Memberi juga ada Kelas Inspirasi dan Kelas Pengetahuan.

Dari sisi pemasaran, saya memandang bahwa teman-teman UKM tersebut memang belum memahami how to build the brand. Berikut adalah beberapa permasalahan UKM kita (ini baru pandangan sederhana saya saja lho ya), khususnya terkait pemasaran:

Related Post:
On Becoming Marketing Company
Marketing: Branding and Selling

  1. Belum paham beda pemasaran (marketing) dan penjualan (sales

Pemasaran adalah upaya untuk menciptakan demand (permintaan konsumen) akan brand kita. Sedangkan penjualan adalah upaya memetik omzet atas demand tersebut. Dan seringkali UKM hanya mengurusi penjualan saja.

Ketika penjualan tiba-tiba merosot padahal ekonomi sedang tumbuh, kemungkinan terbesar adalah demand belum terbentuk lagi. Kemungkinan terbesar semata-mata karena kita belum melakukan upaya-upaya branding.

Padahal kompetitor sedang berusaha merebut demand konsumen agar beralih pada mereka. Siapa itu yang kita sebut sebagai kompetitor? Mereka adalah para value-provider, alias pemberi produk/layanan juga yang dapat memenuhi kebutuhan (needs) atau memuaskan keinginan (wants) dari para pelanggan.

Sebenarnya tidak ada peluang yang hilang, yang ada ialah peluang terambil oleh kompetitor. Baik kompetitor yang baru masuk ke pasar, maupun kompetitor lama yang menerapkan jurus-jurus baru. Tentu mereka tidak minta izin kepada anda ketika mengeluarkan jurus baru tersebut.

Untuk itulah UKM harus selalu membuat konsumen aware akan brand UKM itu sendiri. Salah satunya melalui pemanfaatan media-media komunikasi pemasaran. Cara lain adalah mengembangkan produk/layanan yang memberikan experience pada pelanggan.

Dengan kata lain, kompetitor itu produk/layanannya bisa jadi sangat berbeda dengan produk/layanan kita. Kita bisa ambil contoh bahwa Whatsapp/Telegram/Line adalah kompetitor bagi SMS provider.

sales and marketing
sales dengan marketing itu beda, lho

2.   Sering mengandalkan harga murah/terjangkau 

Persaingan harga adalah persaingan terakhir. Kalau sudah bersaing harga berarti si UKM gagal paham apa saja yang ditawarkan. Sekaligus gagal memberikan manfaat yang berbeda (dibanding kompetitor) untuk konsumen.

Yang sering ada dalam pikiran UKM adalah bagaimana cepat laku, dan tetap laku. Dan seakan satu-satunya pilihan adalah memberikan harga jual yang serendah-rendahnya. Kalau sudah demikian, yang menjadi PR berikut bagi teman-teman UKM adalah menekan cost menjadi serendah-rendahnya. Akibatnya, quality produk/layanan menjadi korban.

Mengenai hal ini, saya selalu mengingatkan teman-teman agar tidak pasrah dan mengkomunikasikan ‘harga terjangkau’ atau’paling murah’ kepada konsumen. Sebab harga murah/terjangkau bisa berimpak buruk.

Image ‘murahan‘ akan terasosiasi dengan brand yang dipegang oleh UKM dan diberikan harga terendah. Padahal tidak ada konsumen yang ingin diberi kualitas terendah — kecuali memang minim share of wallet. Alias konsumen yang semata mengutamakan 4P (price, price, price, and price).

Justru berikan harga setinggi-tingginya dan sesuai dengan fitur yang mampu kita berikan. Supaya ketika kita terpaksa mengalami kenaikan HPP (Harga Pokok Penjualan), tidak ada quality yang kita korbankan. Dan tetap ada marjin yang tersisa.

3.   Belum memberi service 

Teman-teman UKM juga seringkali merasa hanya menjual barang saja. Jadi tidak memberi service tambahan kepada pelanggan. Padahal seringkali adalah service yang membuat pelanggan tetap bertahan ketika produk yang ditawarkan nyaris menjadi komoditi — yaitu semua pemain di pasar menjual produk yang sama.

Saat ini hampir tidak ada pebisnis yang hanya menjual barang saja. Kalaupun di luar sana memang ada, mungkin dia kurang piknik. Atau dia baru mencoba. Jadi lengkapilah produk/layanan anda dengan service yang jelas serta dikomunikasikan dengan baik.

Atas service yang diberikan tersebut, berikanlah price yang tepat. Bila perlu, hitung dulu cost atas service tersebut. Setelah itu, standard-kan service tersebut lewat dokumen SLA (service level agreement). SLA sifatnya minimum. Pastikan semua anggota tim tahu dan bisa men-deliver service tersebut.

4.   Belum membangun positioning and differentiation

Beberapa teman-teman UKM ada yang sudah sadar bahwa di luar sana ada kompetitor yang menawarkan manfaat-manfaat produk/jasa yang relatif sama dengan yang mereka punya. Di antara mereka yang sadar, sebagian besar pasrah dengan keadaan tersebut. Lalu terjebak dalam perang harga (price war).

Yang harus dilakukan adalah mempertajam differentiation dari manfaat-manfaat yang ditawarkan, supaya berbeda dengan kompetitor. Tujuan besarnya adalah supaya memiliki positioning di pikiran dan hati masing-masing konsumen target.

Kalau sudah different dan punya positioning di pikiran/hati pembeli, maka mereka sudah punya opsi untuk kembali kepada brand tersebut. Sekaligus menjadi brand endorser yang mengkomunikasikan brand tersebut kepada keluarga atau kolega mereka.

Kesimpulan 

Sementara baru demikian yang bisa saya simpulkan mengenai teman-teman UKM kita. Apakah kamu sebagai pembaca blog ini sependapat? Atau ada komentar lain? Boleh share pendapat kamu di laman komentar di bawah ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *